PERANG BALI
Latar Belakang Perang Bali
Bali pada saat itu dikenal sebagai Jawa kecil adalah
salah satu pulau di Kepulauan Sunda yang
berada di timur Jawa,
jarak bentang pulau ini 105 mil geografis dan berpenduduk 700.000 jiwa. Cornelis de Houtman pernah mendatangi
pulau itu dan diterima baik namun dalam perkembangannya kesepahaman kurang
terjalin; pada tahun 1841 dan 1843 sebuah persetujuan diputuskan
antara kerajaan setempat dan pemerintah Hindia-Belanda tetapi penduduk Bali
segera menunjukkan permusuhan. Khususnya Raja Buleleng berkali-kali
melanggar semua butir perjanjian itu dan bendera Belanda dihinakan;
sehingga atas tanggung jawabnya, ia harus mengalah atas sikap arogansinya, dan
pemerintah tidak dapat membiarkannya karena daerah lain juga akan menunjukkan
tanda-tanda perlawanan.
Penyebab
Terjadinya Perang Bali
Perang Jagaraga terjadi di Bali. Perang ini terjadi
selama tiga tahun. Perang jagaraga terjadi karena beberpa sebab. Sebab-sebab
umumnya, antara lain Belanda menuntut seluruh kerajaan di Bali untuk tunduk
pada Belanda. Belanda juga berusaha menghapus hak tawan karang yang
dimiliki semau kerajaan bali. Sebab perang khusus perang ini, yaitu kampal
belanda yang terdampar di Buleleng. Seluruh isi kapal dirampas menjadi milik
kerajaan Buleleng. Hal ini sesuai dengan hukum adat tawan karang yang berlaku
di bali.
Belanda tidak menerima dan menuntut agar Buleleng
melepaskan awak kapal belanda yang ditawan dan mengembalikan harta rampasan.
Belanda juga menuntut penghapusan hukum tawan karang serta raja-raja di Bali
mau mengakui kekuasaan Belanda. Belanda juga meminta agar Bali melindungi
perdagangannya di wilayah tersebut. Kalau tuntutan tidak dipenuhi, bali akan
diserang.
Proses
Perlawanan Perang Bali
Sejarah Perang Bali 1846-1849. Pada abad 19 sesuai
dengan cita-citanya mewujudkan Pax Netherlandica (perdamaian
di bawah Belanda), Pemerintah Hindia Belanda berusaha membulatkan seluruh
jajahannya atas Indonesia termasuk Bali. Upaya Belanda itu dilakukan antara
lain melalui perjanjian tahun 1841 dengan kerajaan Klungkang, Badung dan
Buleleng. Salah satu isinya bebunyi:
“Raja-raja Bali
mengakui bahwa kerajaan-kerajaan di Bali berada dibawah pengaruh Belanda.
Perjanjian ini merupakan bukti keinginan Belanda untuk menguasai Bali”.
Masalah utama adalah adanya hak tawan karang yang
dimiliki raja-raja Bali. Hak ini dilimpahkan kepada kepala desa untuk menawan
perahu dan isinya yang terdampar di perairan wilayah kerajaan tersebut.
Antara Belanda dengan pihak kerajaan Buleleng yaitu
Raja I Gusti Ngurah Made Karang Asem besarta Patih I Gusti Ketut Jelantik telah
ada perjanjian pada tahun 1843 isinya pihak kerajaan akan membantu Belanda jika
kapalnya terdampar di wilayah Buleleng namun perjanjian itu tidak dapat
berjalan dengansemestinya Pada tahun 1844 terjadi perampasan terhadap
kapal-kapal Belanda di pantai Prancah (Bali Barat) dan Sangsit (Buleleng bagian
Timur). Belanda menuntut agar kerajaan Buleleng melepaskan hak tawan karangnya
sesuai perjanjian tahun 1843 itu namun ditolak. Kejadian tersebut dijadikan
alasan oleh Belanda untuk menyerang Buleleng.
Pantai Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki
dengan meriam dari pantai. Satu persatu daerah diduduki dan istana dikepung
oleh Belanda. Raja Buleleng berpura-pura menyerah kemudian perlawanan
dilanjutkan oleh Patih I Gusti Ketut Jelantik. Perang Buleleng disebut juga
pertempuran Jagaraga karena pusat pertahanannya adalah benteng di desa
Jagaraga. Perang ini disebut pula Perang Puputan, Kenapa dikatakan dengan
Perang Puputan?, Karena perang dijiwai oleh semangat puputan yaitu perang
habis-habisan. Bagi masyarakat Bali, puputan dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:
· Nyawa
seorang ksatri berada diujung senjata kematian di medan pertempuran merupakan
kehormatan.
· Dalam
mempertahankan kehormatan bangsa dan negara maupun keluarga tidak dikenal
istilah menyerah kepada musuh.
· Menurut
ajaran Hindu, orang yang mati dalam peperangan, rohnya akan masuk surga.
Benteng Jagaraga berada di atas bukit, berbentuk
“Supit Urang” yang dikelilingi dengan parit dan ranjau untuk menghambat gerak
musuh. Selain laskar Buleleng maka raja-raja Karangasam, Mengwi, Gianyar dan
Klungkung juga mengirim bala bantuan sehingga jumlah seluruhnya mencapai 15000
orang. Semangat para prajurit ditopang oleh isteri Jelantik bernama Jero
Jempiring yang menggerakkan dan memimpin kaum wanita untuk menyediakan makanan
bagi para prajurit yang bertugas digaris depan.
Pada tanggal 7 Maret 1848 kapal perang Belanda yang
didatangkan dari Batavia dengan 2265 serdadu mendarat di Sangsit. Parukan
Belanda dipimpin oleh Mayor Jendral Van der Wijck menyerang Sangsit lalu
menyerbu benteng Jagaraga. Serangan Belanda dapat digagalkan.
Akhir Perlawanan Perang Bali Pada tanggal 1849 Belanda
mendatangkan pasukan yang lebih banyak berjumlah 15000 orang lebih terdiri dari
pasukan infanteri, kavaleri, artileri dan Zeni dipimpin oleh Jendral Mayor A.V
Michiels dan Van Swieten. Benteng Jagaraga dihujani meriam dengan gencar. Tak
ada seorangpun laskar Buleleng yang mundur, mereka semuanya gugur pada tangal
19 April 1849 termasuk isteri Patih Jelantik yang bernama Jero Jempiring.
Dengan jatuhnya benteng Jagaraga maka Belanda dapat menguasai Bali utara.
Demikianlah Perang Bali
Semoga Bermanfaat, Terima Kasih
Dibuat Oleh : Amanah Cengkeh Padang
No comments:
Post a Comment