KUMPULAN CERPEN
Berikut
ini beberapa contoh CERPEN
AKU PETUALANG
Aku berdiri dengan tegap
di depan pintu rumah. Bahan yang diperlukan sudah dibungkus Ibuku dengan baik
menggunakan kain berwarna cokelat dan sudah melekat di punggungku. Kata Ibu ini
benda berharga dan harus kujaga dengan baik. Aku menatap pedangku masih berkilauan
dan tajam, segera kusarungkan lagi pedangku lalu kuikat di pinggangku. Hah!
Perjalanan ini sangat berbahaya aku harus kuat menghadapinya. “Ibu, Ayah tolong
doakan aku.” Aku menoleh dengan sedih menatap pintu rumah.
Aku pun lalu berjalan
sambil melihat peta yang diberikan Ayah. Petanya kelihatan rumit. Hari ini
pertama kalinya aku dipercaya orangtuaku melakukan tugas berat karena sudah
dewasa. Aku berusaha sejeli mungkin melihat keadaan sekitar sambil memegang
gagang pedang.
“Jaka, mau pergi ya?”
suara teriakan berasal dari sebuah rumah. Aku terkejut, ternyata yang memanggil
adalah Bibi tetangga tidak jauh dari rumah. Aku segera tersenyum dan memberi
salam dengan sopan.
“Ya Bibi. Saya mau pergi
ke suatu tempat diberi tugas Ayah mengantarkan ini.” Kataku sambil menunjukkan
kain coklatku.
“Ya ampun di luar kan
berbahaya. Tahu tempatnya?” Bibi mendekatiku. angsung kuberikan peta
Ayah kepadanya.
“Wah ini jauh sekali.
Jaka memang berani sekali” Kata Bibi sambil mengusap kepalaku.
“Tunggu sebentar.” Bibi masuk ke dalam rumahnya. Tak lama Bibi keluar sambil membawa bungkusan berisi ayam.
“Tunggu sebentar.” Bibi masuk ke dalam rumahnya. Tak lama Bibi keluar sambil membawa bungkusan berisi ayam.
“Ini bawalah kau pasti
lapar dalam perjalanan.” Aku segera berterima kasih dan setelah mengucapkan
selamat tinggal aku melanjutkan perjalanan.
Aku menyusuri jalan
setapak yang menurun. Oh, aku ingat jalan ini kalau tidak salah di dekat sini
ada binatang buas. Aku segera waspada. Kukeluarkan pedangku dari sarungnya.
AAUWWW!!!
Suara raungan! Tanganku
gemetaran kencang. Benar saja segerombol binatang buas sudah berkumpul di
depanku, siap menyerangku. Apa yang harus kulakukan jumlahnya lebih dari satu.
Jika saja cuma seekor aku bisa mengusirnya dengan pedang ini. Oh, iya aku punya
ide. Kukeluarkan ayam dari Bibi, lalu kulemparkan sejauh mungkin. Lalu aku berlari
sekencang-kencangnya meninggalkan para binatang itu yang berebut ayam. Óh.
Syukurlah aku lolos, kadang otak memang lebih diperlukan daripada otot.
Aku melanjutkan
perjalanan, kakiku sudah tidak bertenaga dan susah diajak berkerjasama. Kantong
di pundakku sudah serasa lebih berat 2 kali lipat dari awal kubawa tadi. Tapi
aku berjalan meski napas tersenggal-senggal. Godaan untuk beristirahat datang
tapi aku harus tetap bersemangat karena rumah yang kutuju sudah dekat. Aku
terus menyuri jalan sambil mengecek peta. Lalu aku melihat sesuatu yang tidak
biasa di depanku.
Seorang raksasa berdiri
di depan jalan tujuanku. Tinggi raksasa itu 3 kali lipat dari tinggiku dengan
kumis dan jenggot tebal kusut karena tidak terurus. Dia membawa tongkat besar
yang dipukul-pukulkan ke tangannya. Dia menyeringai melihatku seperti melihat
makanan yang lezat. Apa yang kulakukan? Jika aku harus mengalihkan perhatian,
ayamnya sudah habis. Terpaksa aku harus bertarung dengannya. Aku yakin aku
lebih lincah dan gesit.
Aku mengambil
ancang-ancang menyerang. Kutarik pedangku dari sarungnya. Dia berlari sambil
mengarahkan tongkatnya kepadaku tapi segera kutangkis dengan pedang. Dia terus
menyerangku dengan pukulan asal-asalan. Karena gerakannya yang lambat, aku
berhasil menangkisnya dengan baik. Tapi kalau aku bertahan terus aku yakin akan
kalah karena kelelahan. Aku menghitung dalam hati berapa detik yang dia
perlukan untuk melancarkan serangannya. 5 detik! Setelah raksasa itu
menganyunkan tongkatnya ke belakang aku segera menghindar ke samping, lalu
menusuknya dari belakang.
ARGGHHHH!!!
Teriakan raksasa itu menyakitkan gendang telingaku. Aku segera mencabut pedangku. Sisa tenagaku lalu kupakai untuk berlari sekencang-kencangnya. Hufht! Aku berjalan terseok-seok karena kelelahan. Sampai akhirnya aku sampai di rumah yang kutuju. Kuketuk pintunya dengan lemas.
Teriakan raksasa itu menyakitkan gendang telingaku. Aku segera mencabut pedangku. Sisa tenagaku lalu kupakai untuk berlari sekencang-kencangnya. Hufht! Aku berjalan terseok-seok karena kelelahan. Sampai akhirnya aku sampai di rumah yang kutuju. Kuketuk pintunya dengan lemas.
“Siapa? Oh, Jaka.” Iris,
sepupuku, membukakan pintu. “Mana Tante, Di..” Kataku kelelahan.
Aku lalu diantar ke
dalam. Tante Di kegirangan melihatku. “Jaka hebat. Jaka datang sendiri?” Tante
Di lalu mengambil kain di punggungku. Kantong itu berisi baju oleh-oleh dari
Ibuku dari luar kota. Aku mengangguk kencang, langsung menyambar minuman dingin
yang dibawa Mbak Iris dengan kedua tangan, lalu meminumnya sampai habis.
“Jaka di perjalanan tadi
bertarung dengan binatang buas dan raksasa.” Kataku dengan sombong.
“Oh, benarkah?” mata
Mbak Iris terlihat kagum padaku. “Maksudnya anjing kompleks sama Pak Aji ya?”
bisik Tante Di pada Iris. “Ya, Pak Aji emang seneng main-main sama anak kecil.
Hihihi” Iris berbisik sepelan mungkin pada Ibunya.
“Jaka kelas berapa sekarang?” Om Agus bertanya padaku tapi matanya tidak lepas dari TV.
“Nol besar Om.” Kataku
bangga.
***** TAMAT *****
AKU YANG TERLAMBAT
Sama sepertimu, aku juga hanyalah seorang hamba yang hidup di bawah langit
sang Illahi dan di atas tanah sang kholid. Sama sepertimu, aku juga hanyalah
seorang insan yang dianugerahi cinta. Cinta kepada Rabb ku dan cinta kepada
ciptaan-Nya. Dalam ruang cinta kepada ciptaan-Nya, dia masuk dalam kategori.
Haura namanya, seorang akhwat yang baru kutahu namanya 3 bulan yang lalu.
Namun sudah aku kagumi sejak 1 tahun yang lalu. Kali pertama aku melihatnya
berada di depan gerbang sebuah panti asuhan. Entah apa dan sedang apa ia
disitu. Aku tak tahu. Dan kulihat kakinya mulai memasuki halaman panti. Aduhai,
sungguh indah nan anggun sekali ia. Kerudungnya yang panjang yang membalut
auratnya sungguh sangat mempesona. Rasanya ingin bertaaruf dengannya untuk
kemudian langsung menikah dengannya.
“Ah, sudahlah” kataku mencoba menepis rasa yang ada. Hari demi hari, setiap
kali aku melewati panti asuhan itu, ia selalu ada disana. Dan sesekali mobilku
berhenti sejenak di depan panti itu saat kulihat ia berada disana bersama anak-anak
panti. Sesekali juga aku curi-curi pandang. Dan saat aku kepergok saat sedang
memerhatikannya, jantungku langsung berdegup kecang sekali dan langsung
kulajukan mobilku meninggalkan tempat itu.
Dunia begitu sempitnya, suatu hari aku singgah di sebuah masjid saat
kudengar sayup-sayup adzan zuhur mulai berkumandang. Aduhai, bak rezeki. Aku
bertemu dengan Haura di masjid itu. Kulihat dia sedang memakai sepatu dan
sepertinya ia akan beranjak pergi meninggalkan masjid ini. Aku pun langsung
bergegas melaksanakan sholat zuhur. Dan selepas aku melaksanakan sholat zuhur,
kulihat ia masih duduk-duduk di depan masjid itu. Kulihat dia duduk bersama dua
akhwat lainnya. Seperti sedang membicarakan sesuatu. Tak lama kemudian, kulihat
mereka bertiga berjalan menuju suatu tempat. Kuikuti ia bersama dua rekannya
itu. Dan aku sangat terperanjat saat ketika langkah mereka terhenti di sebuah
panti asuhan tempat pertama kalinya aku melihat Haura.
Sudah hampir setahun aku terus memerhatikan dan memantau kegiatannya tanpa
mengetahui siapa namanya. Akhirnya, aku memberanikan diri untuk datang ke panti
itu. Kulihat beberapa anak yang sedang asyik bermain. Kutemui mereka dan mulai
kuajukan pertanyaan sederhana kepada mereka.
“Assalamualaikum adik” sapa ku pada mereka.
“Waalaikumsalam kak” jawab mereka kompak.
“Dik, perempuan yang cantik yang selalu mengunjungi panti ini siapa ya?”
“Oh, itu mbak Haura kak. Dia dulu dibesarkan di panti ini. Jadi setiap hari kak Haura datang kemari entah untuk sekedar silahturahmi atau menyantuni kami kak” jawab salah seorang anak.
“Oh, itu mbak Haura kak. Dia dulu dibesarkan di panti ini. Jadi setiap hari kak Haura datang kemari entah untuk sekedar silahturahmi atau menyantuni kami kak” jawab salah seorang anak.
“Ohh.. Ternyata namanya Haura”. Kataku.
Hari demi hari pun berlangsung begitu cepatnya. Kali ini kulihat ia duduk
berdua di atas roda dua bersama seorang ihwan.. “siapa dia?” tanya ku dalam
hati. “Ah mungkin itu saudaranya atau jangan jangan… ah sudahlah.. Mana mungkin
dia sudah menikah”. Kataku sambil tertawa kecil.
Beberapa hari kemudian, kulihat ia sedang duduk sendiri di depan sebuah
masjid seperti sedang menunggu seseorang. Dan aku mulai memaksa diriku untuk
berani menemuinya sekedar menanyakan alamatnya untuk kemudian dapat menemui
orangtuanya.
Dan akhirnya langkahku terhenti tepat di depannya. Kita berjarak kira-kira
1 m. Dan aku mulai menyapanya dengan salam. Dia menjawab salamku dengan lembut
sekali. Tapi alangkah terkejutnya aku ketika kulihat telah melingkar cincin di
jari manisnya. Kumencoba bertanya sedang apa ia disini. Sebuah jawaban yang
sangat pahit keluar dari mulutnya.
“Saya sedang menunggu dijemput suami saya mas” jawabnya lembut namun
menyakitkan aku.
“Anti sudah berapa lama menikah?”
“Baru seminggu mas” jawabnya singkat.
Akhirnya aku langsung pamit untuk langsung pulang ke rumah membawa sejuta
perih.
“Seharusnya aku lebih cepat menemuinya, seharusnya aku tidak menunda-nunda
waktu untuk mengenalnya. Yaa Rabb.. Terlambatlah sudah aku untuk dapat
memilikinya. Alangkah beruntungnya pria itu mendapatkan kekasih seperti Haura”.
Sesalku mendalam.
Nb: terkadang kita takut mengungkapkan rasa kepada seseorang yang kita
sukai. Dan kita menunda-nundanya karena merasa belum siap. Tanpa kita sadari,
diluar sana banyak juga yang memendam rasa kepada orang yang kita sukai. Maka
segeralah ungkapkan rasa itu sebelum terlambat dan akhirnya hanya sebuah
penyesalan yang didapat.
***** TAMAT *****
AWAL HIJRAHKU
Semua orang di dunia ini tau bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah yaitu
Tuhanku Yang Maha Sempurna. Aku sebelumnya tidak pernah tau bahwa cantik yang
sesungguhnya berasal dari akhlak seseorang dan ketakwaanya kepada Allah. Ini
bermula saat aku duduk di bangku SMA kelas 10. Kupandangi semua seniorku yang
cantik-cantik dan tampan. Mereka semua fashionable dan sangat mengerti tren
masa kini. Sangat berbeda jauh denganku yang berjilbab alakadarnya, kulit
hitam, hanya sekedar memakai alas bedak aku pun jarang. Karena pada saat itu
model jilbab tipis yang disampirkan di pundak sangat kekinian aku pun
melakukanya juga. Hampir seluruh siswinya mengenakan model jilbab yang seperti
itu.
Ketika aku mulai jatuh cinta dengan seorang pria teman sekelasku aku mulai
merubah semua aspek dalam diriku. Bermula dari penampilanku, aku pergi ke salon
sebulan sekali dan cukup untuk menguras dompet orangtuaku, Aku menggunakan
produk kecantikan, membeli fashion wanita terbaru hingga memakai parfum di
seluruh tubuhku. Semua itu hanya agar terlihat cantik dan untuk menarik
perhatian pria yang aku sukai.
Pada akhirnya hari demi hari aku dan dia saling mengirim pesan lewat bbm
dan dia mengungkapkan perasaanya kepadaku. Aku pun menerimanya menjadi pacarku
karena pada awalnya aku memang menyukainya. Hubunganku dengannya bisa dibilang
sangat langgeng untuk kalangan siswa SMA walaupun sering putus nyambung sesaat.
Kami sering ke luar malam setiap malam minggu bahkan berangkat sekolah bersama.
Memang benar hampir seluruh masa SMA ku dihabiskan bersamanya karena aku selalu
satu kelas denganya selama 3 tahun. Kami berpacaran selayaknya orang pacaran
dia bahkan pernah menggandeng tanganku.
Ketika kami kelas 12 kami memutuskan hubungan karena akan menghadapi ujian
nasional. Setelah ujian nasional kami kembali dekat seperti orang pacaran
tetapi kami tidak berstatus pacaran. Aku tau walaupun tidak berstatus pacaran
tetap saja hukumnya haram karena kita saling mengirim pesan seperti orang
pacaran. Karena ada suatu masalah, hubunganku denganya semakin renggang hingga
memutuskan untuk berpisah. Namun, ini adalah perpisahan yang terbaik karena ia
ingin mengejar cita-citanya dan menjadi pribadi yang lebih baik. Aku pun berusaha
menerima keputusanya dan berusaha ikhlas walaupun sebenarnya ada perasaan sakit
yang tidak bisa dijelaskan. Aku sempat kesal dan marah, aku bersikap sinis
kepadanya seolah-olah aku menjadikanya dia musuhku.
Pada saat malam Idul Fitri, dia mengirim pesan kepadaku dan meminta bertemu
denganku karena ada suatu hal yang ingin dibicarakan. Dia ingin menemuiku
karena belum tentu sehabis lebaran dia bisa bertemu denganku lagi karena akan
sibuk mendaftar ke perguruan tinggi. Awalnya aku memilih perguruan tinggi yang
sama dengannya namun pada akhirnya kami tidak lolos SBMPTN. Aku memutuskan
untuk tidak mengikuti ujian mandiri di universitas yang sama dengan alasan akan
melupakanya dan tidak ingin bertemu denganya lagi. Namun lagi-lagi aku terhasut
dengan bisikan setan dan menerima ajakannya untuk bertemu.
Dia sangat baik kepadaku walaupun status kami sudah tidak berpacaran lagi.
Dia bilang bahwa sebisa mungkin dia tidak akan pacaran dan berharap suatu saat
bisa berjodoh denganku. Aku pun juga memikirkan hal yang sama. Aku tidak mau
terlalu berharap denganya karena belum tentu aku ditakdirkan untuknya dan
membuat hatiku jadi kecewa. Aku hanya ingin fokus dengan kuliahku dan selalu
berusaha memperbaiki diri karena aku percaya bahwa jodohku adalah cerminan dari
diriku. Jika Allah mengizinkan, kita akan berjodoh namun jika tidak kita akan
diberi pengganti dengan yang lebih baik.
Setelah bertemu denganya, aku berpikir untuk tidak perlu membencinya
setelah putus. Dari patah hatiku inilah Allah sedikit demi sedikit mulai
memasukan hidayahnya kepadaku. Aku sering membaca kata-kata motivasi islami di
internet dan mencoba memahami apa yang tersembunyi dibalik patah hatiku ini
sehingga suatu waktu aku teringat dengan sahabatku. Dia adalah wanita yang
cantik dan syar’i pakaiannya juga rajin sholat. Aku memberitahu padanya bahwa
aku ingin berhijrah tetapi hijrahku selalu terhalang oleh sesuatu yang aku
inginkan. Aku masih ingin memakai jilbab gaul yang kekinian yang tidak menutup
dada, aku masih ingin menggunakan celana jeansku yang mencetak bentuk kakiku.
Bagaimana aku menghadapinya.
Tiba-tiba sahabatku datang ke rumahku. Aku sangat terkejut dia datang dan
membawa buku yang berisi tentang bagaimana wanita cantik yang sesungguhnya,
bagaimana wanita itu cantik di depan Allah bukan di depan makhlukNya. Sahabatku
berkata bahwa apa yang aku tanyakan jawabanya ada di buku tersebut. Aku pun
membacanya dan memahami isinya. Aku sadar bahwa cantik yang sebenarnya tidak
berasal dari ketebalan make up yang kita pakai atau seberapa terbukanya pakaian
kita. Cantik yang sebenarnya adalah bagaimana kita berperilaku, bagaimana kita
bertutur kata dan bagaimana kita bertakwa kepada Sang Pencipta. Menjadi
muslimah sejati berpakaian sesuai adab yang ada, memakai jilbab yang syar’i,
tidak memakai pakaian yang ketat dan wudhu sebagai make upnya. Awalnya memang
aku berfikir berpakaian seperti itu membuat kita tidak terlihat cantik, takut
jika tidak ada laki-laki yang akan menyukai kita. Tetapi aku terinspirasi
dengan sebuah buku milik sahabatku yang di dalamnya juga menjelaskan bahwa
tidak perlu berpacaran karena setiap makhluk diciptakan untuk berpasangan.
Seberapa keras usaha kita untuk bersamanya jika Allah tidak mengizinkan
selamanya kita tidak akan berjodoh dengan orang yang kita inginkan. Kita hanya
perlu memperbaiki diri dan terus memperbaiki diri menjadi seseorang yang lebih
baik dari hari sebelumnya.
Dari kisah pacaranku itu aku sadar bahwa patah hatiku kali ini merupakan
patah hati terbaiku dan menjadi awal hijrahku sedikit demi sedikit. Walaupun
hijrahku masih jauh dari kata sempurna tetapi aku yakin suatu saat Allah akan
menyempurnakan hijrahku. Semoga aku dan kalian bisa berhijrah bersama-sama ya
ukhti. Amin.
***** TAMAT *****
HARI TERAKHIR BERSAMANYA
“Ahh Bodo amat!” itulah kataku
kepada Amel, mantan pacarku.
Sebenarnya aku dan dia telah berpacaran 5 tahun, lama kelamaan sikapnya yang sayang sama aku, lama-lama ada yang aneh dengan dia. Benar saja, malam itu aku baru pulang dari balap liar di kota X, ternyata aku melihatnya dengan lelaki lain. Sedih, emosi saat ku melihatnya, namun hal itu aku tahan sampai esok hari.
Sebenarnya aku dan dia telah berpacaran 5 tahun, lama kelamaan sikapnya yang sayang sama aku, lama-lama ada yang aneh dengan dia. Benar saja, malam itu aku baru pulang dari balap liar di kota X, ternyata aku melihatnya dengan lelaki lain. Sedih, emosi saat ku melihatnya, namun hal itu aku tahan sampai esok hari.
Esok harinya, aku bertemu dengan dia,
pertemuan yang bertanda berakhirnya kisah cinta kami.
“Amel” kataku padanya.
“Iya, ada apa?” sahutnya.
“Aku ingin bicara padamu sebentar” kataku lagi padanya.
“Ada apa?” tanyanya.
“Aku ingin kisah cinta kita berakhir sampai sini saja” kataku sambil menahan air mata.
“Maksudmu?” tanya Amel yang langsung bingung.
“Iya, hari ini kita putus!” tegasku padanya.
“Amel” kataku padanya.
“Iya, ada apa?” sahutnya.
“Aku ingin bicara padamu sebentar” kataku lagi padanya.
“Ada apa?” tanyanya.
“Aku ingin kisah cinta kita berakhir sampai sini saja” kataku sambil menahan air mata.
“Maksudmu?” tanya Amel yang langsung bingung.
“Iya, hari ini kita putus!” tegasku padanya.
“Tapi kenapa?” tanya dia kembali.
“Jangan kira aku tidak melihatmu semalam dengan lelaki lain”
“Jangan salah paham dulu, aku dan dia cuma…” belum selesai bicara, aku langsung memotong pembicaraannya.
“Jangan banyak alasan, mulai hari ini gak ada lagi aku dan kau, yang ada hanya lo dan gue” jelasku.
“Tapi…” katanya sambil mengangin.
“Ahh bodo amat!!” kataku sambil meninggalkannya yang masih menangis.
Sedih, sakit perih, itu yang aku rasakan saat itu.
“Jangan kira aku tidak melihatmu semalam dengan lelaki lain”
“Jangan salah paham dulu, aku dan dia cuma…” belum selesai bicara, aku langsung memotong pembicaraannya.
“Jangan banyak alasan, mulai hari ini gak ada lagi aku dan kau, yang ada hanya lo dan gue” jelasku.
“Tapi…” katanya sambil mengangin.
“Ahh bodo amat!!” kataku sambil meninggalkannya yang masih menangis.
Sedih, sakit perih, itu yang aku rasakan saat itu.
Tujuh tahun aku dan dia hilang kontak
dengan dia. Sampai suatu hari
“Taufiq, lo masih ingat Amel gak?” tanya sahabatku, Dani.
“Ya gue masih ingat sama dia, kenapa?” tanyaku.
“Fik, hari ini dia kecelakaan” tegasnya.
“Lalu dia dirawat di rumah sakit mana?” tanyaku panik.
“Di rumah sakit—” katanya.
Langsung aku tancap gas dengan mobil ilegal race-ku.
“Taufiq, lo masih ingat Amel gak?” tanya sahabatku, Dani.
“Ya gue masih ingat sama dia, kenapa?” tanyaku.
“Fik, hari ini dia kecelakaan” tegasnya.
“Lalu dia dirawat di rumah sakit mana?” tanyaku panik.
“Di rumah sakit—” katanya.
Langsung aku tancap gas dengan mobil ilegal race-ku.
Sampai di rumah sakit yang dituju, aku
langsung menanyakan kamar di mana dia dirawat, setelah aku mendapat informasi,
aku langsung ke ruangan di mana dia dirawat.
“Amel!!” teriakku.
“Amel tolong sadar mel, aku minta maaf tentang kejadian 7 tahun lalu”
Beberapa saat kemudian, dia siuman.
“Taufiq? lo mau ngapain ke sini?” tanyanya.
“Gue dapat kabar dari Dani kalau lu kecelakaan dan dirawat di rumah sakit ini, aku langsung ke sini”
“Amel!!” teriakku.
“Amel tolong sadar mel, aku minta maaf tentang kejadian 7 tahun lalu”
Beberapa saat kemudian, dia siuman.
“Taufiq? lo mau ngapain ke sini?” tanyanya.
“Gue dapat kabar dari Dani kalau lu kecelakaan dan dirawat di rumah sakit ini, aku langsung ke sini”
“Mel gue mau minta maaf tentang kejadian 7
tahun lalu, lo mau kan maafin gue?” tanyaku.
“Iya pik, gue mau maafin lo” kata Amel.
“Satu lagi mel, kamu mau kan balikan sama aku?” pintaku.
“Iya pik, aku mau balikan sama kamu” katanya.
Saat itu juga, dia telah tiada.
“Iya pik, gue mau maafin lo” kata Amel.
“Satu lagi mel, kamu mau kan balikan sama aku?” pintaku.
“Iya pik, aku mau balikan sama kamu” katanya.
Saat itu juga, dia telah tiada.
Esoknya di pemakaman, setelah semuanya
bubar.
“Maaf aku belum sempat bahagiain kamu, aku minta maaf banget.”
“Maaf aku belum sempat bahagiain kamu, aku minta maaf banget.”
***** TAMAT *****
KEPERGIAN MU
Hujan deras membasahi
bumi berikut dengan petir yang menyambar kemana-mana. Tak ketinggalan pula
angin kencang yang menerpa pepohonan depan rumahnya. Rita masih membiarkan
tubuhnya diterpa angin malam. Satu detik, dua detik, akhirnya ia memutuskan
untuk menutup jendela kamarnya. Hujan malam ini membuat suasana hatinya semakin
risau. Risau karena memikirkan kekasihnya yang tak kunjung menghubunginya. Ia
berhenti menghubunginya setelah 30 calling darinya tak ada jawaban. Ia masih
bingung dengan sikap kekasih yang akrab ia panggil “Mas” itu. Mas Dion, ya
itulah panggilannya untuk cowok yang sudah menemani hari-harinya 5 tahun
terakhir ini. Tak ada konflik dalam hubungan mereka selama 5 tahun itu.
Rita kembali melihat
layar ponselnya. Namun, ia harus merasa kecewa untuk yang kesekian kalinya,
karena seseorang yang diharapkannya tak juga menghubunginya. Padahal Dion sudah
berjanji akan menghubunginya kalau ia sudah sampai dari tempat kerjanya. Tak
biasanya ia seperti ini. “Mungkin mas Dion cape setelah kerja seharian, dan
mungkin saja ia sudah istirahat. Sebaiknya aku tidak menggangunya.” Pikir gadis
berambut panjang itu.
Ia merebahkan badannya
di ranjang tempat tidurnya. Kasur itu cukup bisa membuatnya sedikit tenang.
Tangannya meraih selimut tebal yang tertata rapi di atas kasur itu. Ia hendak
meletakkannya ke seluruh tubuhnya sebelum akhirnya suara bel terdengar keras di
telinganya. Dengan langkah gontai ia mulai menyusuri pintu rumahnya yang
berjarak 10 meter dari kamarnya. Diputarnya kunci pintu itu satu kali untuk
membukanya. Lalu ditariknya pintu itu dengan pelan. Dan tiba-tiba kedua matanya
terbelalak melihat seseorang yang berada di depan pintu.
Seseorang yang
membuatnya mengurungkan diri untuk beristirahat. Seseorang yang sangat ia
kenal, dan seseorang yang sangat ia sayangi melebihi dirinya sendiri. Lelaki
itu sudah berdiri di depannya dengan basah kutup akibat diterjang hujan lebat.
Ia menggigil kedinginan. Matanya sayu. Wajahnya pucat pasi. Keadaannya saat itu
kacau balau membuat Rita tak bisa berhenti mengomelinya karena menembus hujan
yang lebat.
“Mas ngapain ke sini
malam-malam begini?” tanyanya sembari menariknya masuk. Tak ada jawaban
darinya. mungkin air hujan itu sudah membuatnya tak mau berbicara.
“Ya sudah, Mas sekarang ganti baju dulu!” pintanya dengan menyodorkan sebuah kaos dan celana jeans milik kakaknya.
“Ya sudah, Mas sekarang ganti baju dulu!” pintanya dengan menyodorkan sebuah kaos dan celana jeans milik kakaknya.
Namun, lelaki itu malah
memegang tangan Rita dengan erat. Tangan itu sangat dingin. Ia terus
menggenggam tangan Rita dengan sangat erat seraya berkata. “Aku sangat
mencintaimu.” Ujarnya dengan bibir gemetar. “Aku mencintaimu melebihi diriku
sendiri.” Lanjutnya. “Aku juga sangat mencintai Mas.” Balasnya dengan senyum di
bibirnya. Tanpa diucapkan Rita memang sudah tahu kalau lelaki yang ada di
sampingnya saat itu sangat mencintainya begitupun sebaliknya.
Dering ponsel milik Rita
membuyarkan keheningan itu. Diraihnya ponsel berwarna cokelat itu, dan di sana
sudah tertera nama Evi, sahabatnya.
“Hallo.” Sapa Rita.
“Rit, aku ada kabar
buruk untuk kamu.” suara di seberang membuat hati Rita yang tadinya sudah
tenang dengan kedatangan Dion, kini mulai resah dan risau kembali.
“Ada apa?” tanya Rita memberanikan diri.
“Ada apa?” tanya Rita memberanikan diri.
“Dion… Dion kecelakaan
dan nyawanya tidak dapat tertolong lagi.” Nada suaranya tampak gugup.
Tak ada kekhawatiran di
wajah Rita. Ia malah tertawa. “Apa? Kamu bilang Mas Dion meninggal? Kalau kamu
mau buat aku jantungan, sayangnya malam ini kamu tidak berhasil. Mas Dion
sekarang lagi sama aku.” Ketusnya dengan menertawainya.
“Aku tahu, kamu pasti sangat terpukul dengan berita ini. Tapi kamu harus menerima kenyataan kalau Masmu itu sudah tidak aka Rit.” Tegas Evi.
“Aku tahu, kamu pasti sangat terpukul dengan berita ini. Tapi kamu harus menerima kenyataan kalau Masmu itu sudah tidak aka Rit.” Tegas Evi.
Sesaat Rita terdiam.
Walaupun tidak sepenuhnya ia mempercayai berita itu, namun tak dapat dipungkiri
kalau hatinya dilanda rasa khawatir. Dadanya sesak. “Ya sudah, aku tunggu di
rumah sakit Soebandi ya.” Tanpa jawaban dari Rita, gadis itu sudah memutuskan
teleponnya.
Rita menoleh ke tempat
Dion duduk sebelum ia menerima telepon dari sahabatnya tadi. Tak ada seseorang
di sana. Dada Rita semakin sesak. Kekhawatiran itu semakin menusuknya. Ia
bangkit dari tempat duduknya dan mencari sosok lelaki yang ada di sampingnya
tadi.
“Mas Dion… Mas Dion kemana mas?” panggil Rita mencari lelaki itu ke semua sudut ruangan. Namun tak ada jawaban darinya.
“Mas Dion… Mas Dion kemana mas?” panggil Rita mencari lelaki itu ke semua sudut ruangan. Namun tak ada jawaban darinya.
Ia menghempaskan
tubuhnya ke lantai. Air mata membanjiri kedua pipinya. Kata-kata sahabatnya di
telepon tadi masih terap terngiang di telinganya. “Kenapa Mas Dion tingalin
aku.” Lirihnya. Menangis tersedu-sedu. Air mata menggenang di kedua pipinya.
Tiba-tiba, angin kencang itu kembali menerpa badannya. Terdengar bisikan dari arah kanannya.
Tiba-tiba, angin kencang itu kembali menerpa badannya. Terdengar bisikan dari arah kanannya.
“Aku datang, karena aku
ingin melihatmu untuk yang terakhir kalinya sayang… selamat tingal.”
Tangisannya semakin menjadi.
Melihat kenyataan bahwa lelaki yang sangat dicintainya meninggalkan ia untuk
selama-lamanya.
***** TAMAT *****
PENYESALAN AYAHKU
Di tengah keramaian kota Batavia, terlihat
seorang anak kecil berpakaian kusam, dengan rambut yang terurai bebas. Ia
berjalan mengikuti seorang laki-laki dewasa, laki-laki itu berjalan dengan
cepat. Sang anak kecil tak mau kalah dengan langkah sang laki-laki dewasa, ia
lari sekuat tenaga. Saat sang laki-laki menoleh ke belakang, ia hanya
bersembunyi. Laki-laki itu mengurangi kecepatan berjalannya.
Laki-laki itu berhenti sejenak, dalam hati
ia berkata, “Ada apa dengan anak ini? Mengapa ia terus mengikutiku? Apa yang
sebenarnya ia inginkan?” Laki-laki itu kembali berjalan tepat di perempatan
jalan laki-laki itu menghilang, si anak kebingungan.
“Dimana laki-laki itu?”
“Aku di sini” jawab sang laki-laki.
“Dimana laki-laki itu?”
“Aku di sini” jawab sang laki-laki.
Sang anak tak berani menoleh ke belakang,
tubuhnya seakan mati.
“Kenapa kau selalu mengikutiku?”
“A-a-aku..”
Tangisnya pecah, tubuhnya rebah seketika. Ia merogoh kantung bajunya, terlihat selembar kertas yang rapuh. Dengan nada lirih dan keberanian yang dipaksakan ia mulai berbicara.
“Aku tak bermaksud melakukan ini! Maafkan aku!” ia tak berhenti menangis.
“Apa maksudmu?” tanya laki-laki itu mencoba mendekati si anak kecil.
“Ini..” sang anak menyodorkan selembar kertas yang ia ambil dari kantungnya.
“Kenapa kau selalu mengikutiku?”
“A-a-aku..”
Tangisnya pecah, tubuhnya rebah seketika. Ia merogoh kantung bajunya, terlihat selembar kertas yang rapuh. Dengan nada lirih dan keberanian yang dipaksakan ia mulai berbicara.
“Aku tak bermaksud melakukan ini! Maafkan aku!” ia tak berhenti menangis.
“Apa maksudmu?” tanya laki-laki itu mencoba mendekati si anak kecil.
“Ini..” sang anak menyodorkan selembar kertas yang ia ambil dari kantungnya.
Terlihat gambar satu keluarga yang
bahagia, dengan Ayah, Ibu, Kakak perempuan dan Adik laki-laki kembar.
“Aku sungguh tak mengerti, apa maksud semua ini?!”
“Dulu aku tinggal bersama Ibuku di gubuk tua dekat dengan tempat kerja anda, Ibuku memberiku sebuah foto yang di dalamnya terlihat satu keluarga yang bahagia. Lalu aku menggambar gambar ini”
Laki-laki itu semakin tak mengerti, ia mengajak anak itu ke sebuah taman dan mulai berbicara empat mata.
“Lalu, mengapa kau mengikutiku?”
“Karena, sosok laki-laki yang ada di dalam foto itu mirip sekali dengan anda”
“Apa kau menyimpan foto itu? Aku boleh melihatnya?”
“Aku sungguh tak mengerti, apa maksud semua ini?!”
“Dulu aku tinggal bersama Ibuku di gubuk tua dekat dengan tempat kerja anda, Ibuku memberiku sebuah foto yang di dalamnya terlihat satu keluarga yang bahagia. Lalu aku menggambar gambar ini”
Laki-laki itu semakin tak mengerti, ia mengajak anak itu ke sebuah taman dan mulai berbicara empat mata.
“Lalu, mengapa kau mengikutiku?”
“Karena, sosok laki-laki yang ada di dalam foto itu mirip sekali dengan anda”
“Apa kau menyimpan foto itu? Aku boleh melihatnya?”
Sang anak memberikan fotonya kepada
laki-laki itu. Laki-laki itu terkejut dan meneteskan air mata.
“Ini sungguh mustahil!” kata laki-laki itu beranjak dari tempat duduknya.
“Ya, ini memang mustahil. Tapi ini adalah kenyataan! Ayah, aku putrimu yang selama ini kau cari! Sudah lama aku memendam ini, aku takut! Maafkan aku” tangisan anak itu semakin menjadi-jadi.
“Kau, kau anakku? Leli? Lalu, di mana Ibumu?”
“Ibu sakit keras, tak ada uang untuk berobat. Nyawa Ibu tak tertolong!”
“Laki-laki macam apa aku ini? Mengusir istrinya hanya karena salah paham dan emosi. Dan membiarkannya meregang nyawa di dunia yang keji ini?”
Laki-laki itu terus menangis dan menyesali perbuatan yang ia lakukan di masa lalu. Laki-laki itu membawa gadis kecil itu pulang ke rumahnya dan bertemu dengan Adik kembarnya. Waktu bergulir seakan tak mengenal detik, menit bahkan jam. Keluarga kecil itu kini hidup bahagia, walau terkadang penyesalan sering kali datang menghampiri.
“Ini sungguh mustahil!” kata laki-laki itu beranjak dari tempat duduknya.
“Ya, ini memang mustahil. Tapi ini adalah kenyataan! Ayah, aku putrimu yang selama ini kau cari! Sudah lama aku memendam ini, aku takut! Maafkan aku” tangisan anak itu semakin menjadi-jadi.
“Kau, kau anakku? Leli? Lalu, di mana Ibumu?”
“Ibu sakit keras, tak ada uang untuk berobat. Nyawa Ibu tak tertolong!”
“Laki-laki macam apa aku ini? Mengusir istrinya hanya karena salah paham dan emosi. Dan membiarkannya meregang nyawa di dunia yang keji ini?”
Laki-laki itu terus menangis dan menyesali perbuatan yang ia lakukan di masa lalu. Laki-laki itu membawa gadis kecil itu pulang ke rumahnya dan bertemu dengan Adik kembarnya. Waktu bergulir seakan tak mengenal detik, menit bahkan jam. Keluarga kecil itu kini hidup bahagia, walau terkadang penyesalan sering kali datang menghampiri.
Ingatlah kawan, penyesalan pasti datang
terlambat. Tak ada penyesalan yang datang di awal permasalahan, hanya
peringatan yang akan datang di awal permasalahan. Namun, terkadang peringatan
itu hanya dijadikan angin lalu oleh segenap orang. Hidup ini memang tak lepas
dari permasalahan, namun kalau kita jeli pasti ada cara untuk mencegah masalah
itu terjadi.
***** TAMAT *****
PERSAHABATAN RUSAK KARNA
COWOK
Disebuah sekolah ada sekelompok persahabatan dan diantara mereka yaitu
Rina, Rini, Santi, Alya, Yuli, Yuni dan beberapa lainnya. Mereka baru saja
berkenalan dan sekarang telah menjadi sahabat.
Waktu terus berlanjut, mereka semakin akrab dan tidak ada rahasia –
rahasiaan di antara kami, dari segi apapun itu. Kami pun mengenal sifat – sifat
teman – teman satu sama lain dan memahami kekurangan – kekurangan sesama kami
berteman.
Dengan berjalannya waktu kami pun naik ke kelas dua, disitu kami merasa
bahagia karena kami naik ke kelas dua semuanya dengan nilai yang memuaskan.
Tetapi diwaktu dimulainya tahun ajaran baru setelah libur kenaikan kelas, kami
pun merasa sedih kami dipisahkan lokalnya, kami di acak dengan lokal sebelah,
kami semua bersedih dan kami merasa tidak terima kalau kami dipisahkan. Tapi
guru – guru tidak mau mengembalikan lokal kami seperti semula.
Lama kelamaan kami menerima keputusan guru – guru di sekolah untuk lokalnya
di acak, Tetapi kami tetap bersahabat seperti biasa, pulang sekolah selalu
barengan, kami tidak mau persahabatan kami rusak hanya gara – gara lokal kami
berbeda.
Dan ada salah seorang dari sekelompok persahabatan ini, yaitu Alya namanya.
Alya tinggal di kota Padang. Alya bukan penduduk asli kota Padang, tetapi orang
tuaku asli Pesisir Selatan, aku anak ke empat dari empat bersaudara, Ibuku
bernama Ratna dan ayahku bernama Zainal Abidin. Ibuku bekerja sebagai ibu rumah
tangga dan ayahku sebagai pegawai swasta.
Ayah dan ibunya Alya adalah orang yang mempunyai sifat yang disiplin di
dalam keluarga kami. Dikeluarga kami dilarang untuk berpacaran, kecuali yang
sudah bekerja dan siap untuk membina suatu keluarga.
Sebenarnya maksud orang tuaku baik, tetapi aku merasa iri melihat teman –
teman mempunyai pacar, dan sekarang aku suka sama adik kelasku yang bernama
Raka, orangnya ganteng tetapi dia sombong dan belagu, gitu orangnya. Meskipun
kami beda jurusan, kami sering bertemu di kantin sekolah. Aku sangat kagum
dengan sikapnya yang pendiam, ramah dan dengan ketampanannya, tapi satu yang
tidak aku suka yaitu kesombongan dan kecuekannya.
Tetapi teman – teman juga melarang aku untuk mendekati dia karena dia
begitu cuek denganku dan teman – teman sangat marah padaku pada saat aku
menolak untuk menjauhi Raka dan aku sempat bertengkar dengan teman – teman
karena aku terlalu berharap bisa berpacaran dengan Raka.
Yuni salah seorang temanku pernah berkata padaku
“Alya kenapa sih kamu terlalu berharap untuk berpacaran sama siRaka itu.
Apa sih keistimewaan dia dimata kamu, sadar Alya sadar, dia itu cuek sama kamu,
dia tidak peduli dengan perasaan kamu, kami cuma ngak mau nanti kamu itu
dibilang sama teman – temannya kalau kamu tuh terus ngejar – ngejar dia,
padahal dia tidak peduli dengan kamu.” Yuni berkata dengan nada yang agak
keras.
Dan akupun menjawabnya dengan nada yang keras, sehingga terjadilah sebuah
pertengkaran.
“Ngak kok, aku ngak terlalu berharap untuk jadi pacarnyadia, tetapi aku
hanya ingin dekat dengan dia lebih dari teman dan aku mohon kalian ngertiin
aku, mungkin kalau kalian berada di posisi aku pasti kalian akan ngelakuin
apapun demi orang yang kalian suka.”
Beberapa hari kami tidak bersapaan dan tidak pernah berbicara dan lama
kelamaan kami tidak tahan kalau kami tidak curhat satu sama lain, kami akhirnya
berbaikan dan berteman seperti biasa.
Dan teman – temanku selalu menghiburku dikala aku bersedih dan menyuruh aku
untuk melupakan Raka. Tetapi setiap aku ingin melupakan dia semakin kuat rasa
cintaku kepada Raka. Kadang aku menyesali diriku sendiri karena kenapa aku
bertemu dengan dia dan kenapa aku berkenalan dengan dia. Seandainya waktu bisa
kuputar akan kuputar kembali untuk tidak bertemu dan berkenalan dengan Raka.
Namun semuanya telah terjadi dan aku juga tidak ingin selalu dirundung dengan
kesedihan terus menerus.
Teman – temanku pernah berkata padaku.
“Alya aku tidak mengenali dirimu yang dulu, selalu ceria dan yang selalu
memotivasiku di waktu aku sedih karena cowok, tetapi kenapa sekarang malah kamu
yang galau karena cowok.”
Sejak mendengar kata – kata itu, Alyapun mulai ceria seperti biasa lagi,
dia ngak mau terpuruk lama – lama hanya gara – gara cowok. Dia berfikir emang
cowok di dunia hanya dia, tidak, masih banyak cowok yang baik untuk dia dan
bisa memotivasi dia.
Perlahan – lahan Alya menyadari bahwa Raka tidak menyukai Alya dan Alyapun
berhenti untuk mengejar – ngejar cintanya pada Raka. Melupakan Raka mungkin
jalan satu – satunya untuk Alya.
Dan Alyapun memilih menjaga persahabatannya. Alya menganggap persahabatan
lebih penting dibandingkan cowok. Cowok bisa pergi di suatu saat dia ingin
pergi, cinta bisa hilang di kala dia sudah bosan, sayang bisa pudar di kala dia
telah menemukan cewek lain, tetapi sahabat, dia tidak akan pernah pergi apapun
perselisihan yang kita hadapi. Sahabat tidak akan mudah melupakan kenangan –
kenangan yang pernah kita lakukan. Sahabat tidak akan pernah meninggalkan
sahabat – sahabatnya yang sedang mendapat masalah.
Dan kini kami telah menjadi sahabat lagi dan Alya pun ingin melupakan Raka
dan Alya berfikir persahabatan tidak akan bisa dirusak oleh satu orang cowok.
***** TAMAT *****
SEBERKAS CAHAYA DALAM GELAP
Hari ini ulang tahunku yang ke sebelas. Tak seperti ulang tahunku yang
telah lalu, kali ini aku merasa senang sekali karena pagi ini dibangunkan Ibu.
Sehabis mandi, lekas kupakai seragam sekolah, memakai ransel yang sudah
kusiapkan semalam, memakai kaos kaki, lalu mengambil sepatu untuk kupakai di
luar.
Aku turun ke meja makan. Namun tak seorangpun yang kulihat, hanya kudengar
dengungan seorang wanita dari arah dapur. Pagi ini aku tak nafsu makan. Tapi
karena suasana hatiku sedang baik, maka langsung kumakan semangkuk bubur di
atas meja. Melahapnya dengan rakus, walaupun rasanya agak aneh, tapi tetap
terasa enak karena aku sedang senang.
“Rizky! Ayo berangkat!” Suara pamanku terdengar dari luar. Dengan cepat
kutuntaskan acara makanku. Aku berlari ke luar, memakai sepatu dengan tergesa.
“jangan berlari seperti itu. Nanti perutmu sakit,” lanjutnya. Aku tak menggubrisnya.
“paman, hari ini aku dibangunkan ibu,” Kataku pada paman antusias. Namun paman hanya memandangku dengan aneh. Aku jadi heran. “sudahlah cepat naik!” Teriak paman mengagetkanku. Mau tak mau aku segera memboncengnya.
Sepeda melaju menuju sekolahku yang bising oleh suara teman-teman.
“disini saja,” Aku tersenyum, mencium tangan paman, lalu berlari menuju temanku yang berjalan di depan.
“disini saja,” Aku tersenyum, mencium tangan paman, lalu berlari menuju temanku yang berjalan di depan.
“hei, hari ini aku ulang tahun lho!” Tukasku dengan ceria pada Eko. Temanku
yang agak tambun itu menatapku dengan sebal, “lalu apa urusannya denganku, sana
pergi! dasar aneh!”
Aku benar-benar pergi setelah itu, berlari menuju kelasku yang berisik.
Sangat kontras dengan aku yang terpasung hening. Hari ini hari ulang tahunku
tapi tak ada yang mau menyelamati atau sekedar tersenyum padaku. Yah, aku sudah
kebal dengan itu semua. Sebenarnya aku juga tak peduli apakah mereka tahu ulang
tahunku atau tidak. Tak ada ruginya untukku. Yang penting hari ini aku senang.
Dan aku harus memanfaatkannya dengan baik.
Kelas dimulai dengan membosankan, pelajaran bahasa kuhabiskan dengan
memandang sekeliling. Dari tempat duduk paling belakang, aku melihat guru yang
membosankan, papan tulis yang membosankan, kelas yang membosankan, dan
teman-teman yang membosankan. Padahal hari ini ulang tahunku. Kenapa semua
membosankan? Ah … Lebih baik tidur saja!
Aku pulang dari tempat yang membosankan itu dengan berlari sekencang
mungkin. Aku ingat hari ini paman pasti lembur, jadi aku tak langsung pulang ke
rumah karena disana pasti sepi. Aku berbelok ke sebuah tempat, di samping jalan
banyak sekali pohon bambu yang melengkung. Aku berjalan penuh semangat menuju
tempat yang menjadi favoritku belakangan ini.
“Ibu! Hari ini ulang tahunku lho! Aku senang Ibu membangunkanku tadi pagi,
senang sekali. Walaupun siangnya aku merasa bosan, tapi hari ini aku tetap
senang karena aku bisa melihat Ibu lagi.”
Kupeluk gundukan tanah yang lebat rumputnya. Rebahan disini sungguh
menyenangkan. Jikapun setelah ini Ibu marah-marah padaku karena bajuku kotor,
aku akan beralasan bahwa bajuku kotor karena memeluk Ibu, pasti dia tak akan
marah setelahnya.
“Bu, aku baik-baik saja bersama paman, selama ini aku makan dengan baik.
Bubur yang dibuatkan Ibu pagi tadi enak sekali. Aku makan dengan lahap. aku
jadi tidak kangen lagi dengan Ibu, karena Ibu selalu membangunkanku setiap
pagi. Aku janji akan selalu kesini setiap hari. Aku sayang Ibu.” kataku dengan
semangat. Sambil kucabuti rumput di atas gundukan tanahnya, aku bernyanyi
dengan senang.
Di sampingku kulihat Ibuku yang merebahkan tubuhnya, tersenyum padaku
walaupun wajahnya agak pucat. Aku membalasnya dengan tertawa.
“Bu, Hari ini aku senang sekali. Terimakasih sudah menjagaku, Ibu.”
***** TAMAT *****
Demikianlah Kumpulan Cerpen
Semoga Bermanfaat, Terima Kasih
Dibuat Oleh : Amanah Cengkeh Padang
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
ReplyDeletehanya di D*E*W*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)