MASA ORDE BARU
1. MASA TRANSISI ANTARA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN DENGAN MASA ORDE BARU
A.
TRI TURA
Sejak gagalnya kudeta G 30 S/PKI pada tahun 1965
sampai awal tahun 1966, pemerintah tidak segera melaksanakan penyelesaian politik
terhadap tokoh-tokoh G 30 S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran rakyat,
karena bertentangan dengan rasa keadilan. Keadaan berlarut-larut serta menjurus
timbulnya krisis kepemimpinan nasional, mahasiswa, pemuda, pelajar,
partai-partai politik maupun organisasi massa mengutuk pemberontakan G 30 S/
PKI dan menuntut agar PKI segera dibubarkan.
Pada tanggal 25 Oktober 1965 mahasiswa Indonesia
membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Berdirinya KAMI segera
diikuti oleh kesatuan-kesatuan aksi yang lain seperti berikut.
1. Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI)
2. Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI)
3. Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI)
4. Kesatuan Aksi Wanita Indonesia ( KAWI)
5. Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI)
6. Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI)
Dalam rangka meningkatkan kegiatannya, KAMI dan KAPPI
beserta partai-partai politik dan organisasi massa lainnya mendirikan Front
Pancasila.
TIGA TUNTUTAN RAKYAT/TRITURA
Pada tanggal 12 Januari 1966 kesatuan-kesatuan aksi
mengajukan tiga tuntutan kepada pemerintah yang disebut Tri Tuntutan Rakyat
(Tritura).
Adapun isi Tritura adalah sebagai berikut.
1. Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya
2. Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur G 30
S/PKI
3. Turunkan harga barang atau perbaikan ekonomi
Aksi-aksi mahasiswa masih berjalan terus. Pada tanggal
22 Februari 1966, Presiden Sukarno mengadakan perombakan Kabinet Dwikora dengan
nama Kabinet Dwikora yang Disempurnakan atau Kabinet Seratus Menteri.
Menjelang pelantikan para menteri Kabinet Dwikora
dengan nama Kabinet Dwikora yang Disempurnakan, demonstrasi mahasiswa semakin
meningkat. pada tanggal 24 Februari 1966 pada saat pelantikan para menteri
kabinet baru, KAMI melakukan aksi mengempeskan ban-ban mobil di jalan raya
terutama di depan Istana Merdeka, sehingga lau lintas praktis berhenti.
Dalam demonstrasi itu seorang mahasiswa Universitas
Indonesia yang bernama Arif Rahman Hakim gugur terkena tembakan. Arif Rahman
Hakim mendapat julukan sebagai menjadi Pahlawan Ampera. Sehari setelah insiden
tersebut KAMI dibubarkan, namun pembubaran KAMI tersebut ternyata tidak
memulihkan kewibawaan pemerintah dan tidak juga menghentikan aksi-aksi menuntut
Tritura.
B. SUPERSEMAR
Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Sukarno
mengeluarkan Surat Perintah kepada Letjen Suharto, Menteri / Panglima Angkatan
Darat. Isi Supersemar pada pokonya adalah “ Perintah kepada Letjen Suharto
untuk atas nama Presiden/Pangti ABRI mengambil tindakan yang dianggap perlu
guna terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan pemerintahan “.
Pemberian surat perintah tersebut merupakan pemberian kepercayaan dan sekaligus
memberikan wewenang kepada Letjen Suharto untuk mengatasi keadaan yang waktu
itu serba tidak menentu.
Berlandaskan pada Supersemar tersebut, Letjen Suharto
pengemban Supersemar telah mengambil langkah-langkah yang penting dan memberi
arah baru bagi perjalanan hidup bangsa dan Negara. Mulai tanggal 11 Maret 1966
inilah dimulai penataan kembali kehidupan rakyat, bangsa dan Negara kita yang
diletakkan pada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen.
Dimulailah babak baru dalam perjalanan sejarah dan perjuangan bangsa Indonesia,
yaitu masa Orde Baru.
Kejadian-kejadian
yang mendahului keluarnya SUPERSEMAR;
1.
Pada tanggal 11
Maret 1966 di Istana Nagara diadakan sidang Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan
untuk membahasa keadaan Negara. Dalam sidang tersebut semua menteri hadir
kecuali Menpangad Letjen Suharto tidak hadir karena sakit. Presiden langsung
memimpin sidang.
2. Ditengah-tengah
persidangan tersebut presiden mendapat laporan dari Ajudan Presiden/ Komandan
Pasukan Pengawal Cakrabirawa ( Brigjen Sabur ) bahwa “ disekitar istana ada
pasukan yang tak dikenal “. Menerima laporan ini presiden kemudian meyerahkan
pimpinan sidang kepada Waperdam II, Dr. Leimena. Dan presiden Sukarno segera
menuju ke Instana Bogor dengan menggunakan Helikopter yang disiapkan di
Isatana, kepergian presiden ke Istana Bogor didampingi oleh Waperdam I, Dr.
Subandrio, Waperdam III, Chaerul Saleh dan Ajudan Presiden/ Komandan Pasukan Pengawal
Cakrabira, Brigjen Sabur.
3.
Setelah sidang
ditutup oleh Waperdam II, Dr. Leimena, tiga orang perwira Angkatan Darat yang
menjabat sebagai meteri dan hadir pada sidang tersebut yaitu ; Mayjen Basuki
Rachmat menteri Veteran, Brigjen m. Yusuf menteri Perindustrian Dasar, dan
Brigjen Amirmachmud Panglima Kodam Jaya, segera menghadap Letjen Suharto.
4. Ketiga Pati
TNI-AD tersebut selain melaporkan keadaan sidang kabinet kepada Menpangad juga
minta ijin untuk menghadap Presiden di Bogor untuk menjelaskan situasi yang
sebenarnya, bahwa tidak ada pasukan yang liar ( pasukan tak dikenal di sikitar
istana ) dan bahwa ABRI khususnya TNI-AD tetap setia dan taat kepada Presiden.
5. Menpangad
Letjen Suharto mengijinkan ketiganya untuk menghadap Presiden di Bogor disertai
pesan untuk disampaikan kepada Presiden, bahwa : Letjen Suharto sanggup
mengatasi keadaan apabila Bung Karno mempercayakan hal itu kepadanya.
6.
Di Bogor ketiga
perwira tersebut menghadap presiden yang didampingi oleh Dr. Subandrio, Chaerul
Saleh, dan Brigjen M. Sabur. Setelah mengadakan pembicaraan yang cukup mendalam
akhirnya presiden Sukarno memutuskan untuk memberikan surat perintah kepada
Letjen Suharto Menpangad. Dan selanjutnya presiden memerintahkan kepada yang
hadir untuk merumuskan surat tersebut.
7. Surat perintah
tersebut kemudian diserahkan oleh ketiga Pati TNI –AD tersebut kepada Letjen
Suharto Menpangad
Tindakan Pengemban Supersemar
Setelah menerima Supersemar, Letjen Suharto
selanjutnya melakukan tindakan-tindakan awal antara lain sebagai berikut :
1.
12 Maret 1966,
PKI dibubarkan
2.
18 Maret 1966,
mengamankan menteri-menteri yang terlibat G 30 S / PKI
3.
Menginstruksikan
kepada perguruan-perguruan tinggi yang ditutup untuk memulai kuliah lagi
seperti biasa
Rakyat menyambut baik adanya Supersemar kepada Letjen
Suharto, bahkan KAMI dalam nota politiknya yang disampaikan di depan sidang
DPR-GR meminta kepada MPRS untuk memberikan tugas kepada Letjen Suharto seperti
yang tercantum dalam Supersemar. Kedudukan Letjen Suharto setelah mendapat
Supersemar semakin kuat dan sebaliknya kedudukan Presiden Sukarno semakin
menurun.
Pada tanggal 20 Juni s.d 5 Juli 1966 diadakan Sidang
Umum MPRS ke IV, sidang ini merupakan langkah konstitusional untuk mengoreksi
pemerintahan Orde Lama. Sidang Umum MPRS IV menghasilkan beberapa ketetapan
MPRS antara lain :
1.
Tap MPRS No. IX
/ MPRS / 1966 tentang Supersemar
2.
Tap MPRS No. XI
/ MPRS / 1966 tentang Pemilu
3.
Tap MPRS No.
XIII / MPRS / 1966 tentang Kabinet Ampera
4. Tap MPRS No.
XXV / MPRS / 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan
Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia.
Sebelumnya pada sidang umum MPRS IV ini Presiden
Sukarno menyampaikan Pidato penjelasan tentang Peristiwa G 30 S / PKI pada 22
Juni 1966 yang diberi judul “ Nawaksara “ yang berisi sembilan pokok penjelasan
tentang peristiwa G 30 S / PKI, tetapi pidato ini ditolak oleh peserta sidang,
karena tidak memuat secara jelas kebijakan Presiden/ Mandataris MPRS mengenai
peristiwa G 30 S / PKI, oleh karenanya maka MPRS minta kepada Presiden untuk
melengkapi “ Nawaksara “. Pada tanggal 10 Januari 1967 Presiden Sukarno
menyampikan Pelengkap Nawaksara, tetapi kembali Pelengkap Nawaksara juga tidak
diterima oleh MPRS. Penolakan yang kedua atas penjelasan presiden ini
menunjukkan bahwa Mandataris MPRS sudah tidak mendapat kepercayaan dari MPRS.
Atas prakarsa Presiden Sukarno, pada tanggal 22
Pebruari 1967 bertempat di Istana Negara berlangsung penyerahan kekuasaan
pemerintahan dari Presiden Sukarno kepada penemban Tap MPRS No. IX / MPRS /
1966, Letjen Suharto. Penyerahan Kekuasaan pemerintahan ini merupakan langkah
penting dalam usaha mengatasi situasi konflik yang sedang memuncak. Penyerahan
kekuasaan pemerinthan ini secara konstitusional didasrkan pada Tap MPRS No. XV
/ MPRS / 1966 yang menyatakan “ bahwa Apabila Presiden berhalangan, maka
pemegang surat Perintah 11 Maret memegang jabatan Presiden “
Letjen Suharto pada penjelasannya tanggal 4 Maret 1967
tentang penyerahan kekuasaan pemerintahan tersebut, bahwa penyerahan kekuasaan
tersebut hanya merupakan salah satu usaha dalam rangka penyelesaian
konstitusional untuk mengatasi situasi konflik demi keselamatan rakyat, Negara
dan bangsa, dan pemerintah berpendirian bahwa tetap perlu penyelesaian
konstitusional lewat sidang MPRS.
Dengan memperhatikan perkembangan hal-hal tersebut di
atas maka pada tanggal 7 Maret s.d 12 Maret 1967, MPRS mengadakan Sidang
Istimewa. Sidang Istimewa MPRS ini antara lain menghasilkan Tap. MPRS No.
XXXIII / MPRS / 1967 tentang Mencabut kekuasaan pemerintahan Negara dari
Presiden Sukarno dan mengangkat Pengemban Tap No. IX / MPRS / 1966 Suharto
sebagai Pejabat Presiden. Selanjutnya pada 27 Maret 1968 Suharto dilantik
menjadi Presiden Republik Indonesia.
C.
DUALISME
KEPEMIMPINAN
Selama kurun 1966-1967 terdapat dualisme kepemimpinan
nasional , yaitu satu pihak Presiden Soekarno yang masih aktif dan pihak lain
Jendral Soeharto yang semakin
populer karena berhasil menumpas
G-30-S/PKI. Jendral Soeharto juga berhasil melaksanakan stabilitas ekonomi dan
politik berdasarkan Surat Perintah 11 Maret
1966.
Pada tanggal
6-9 Mei 1966 diadakan simposium kebangkitan semangat ‘66b di Universitas
Indonesia untuk memberikan saran-saran bagi perbaikan politik dalam negri pada
awal Orde Baru. Simposium itu mengambil tema “ INDONESIA NEGARA HUKUM “. Hal
itu disebabkan pada masa Orde Lama telah terjadi banyak penyimpangan-penyimpangan terhadap
asas-asas yang berlaku sebagai negara hukum. Untuk itu disarankan kepada
pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan meninjau
penpres-penpres yang telah dikeluarkan. Diusulkan pula agar ada jaminan
terhadap pengakuan hak-hak asasi manusia.
Untuk
menciptakan iklim politik yang lebih stabil, Surat Perintah 11 Maret dikukuhkan
melalui ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 yang memberikan wewenang kepada
Soeharto selaku Mentri/Panglima AD untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu
guna menjamin ketenangan dan keamanan serta kestabilan jalannya revolusi.
Selanjutnya, MPRS mengukuhkan pembubaran PKI dan ormas-ormasnya melalui ketetapan
No. XXV/MPRS/1966. Melalui ketetapan MPRS itu, PKI dinyatakan sebagai
organisasi terlarang di Indonesia. Pada waktu bersamaan dikeluarkan
ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966
tentang pembentukan Kabinet Ampera. Tugas kabinet itu diserahkan kepada pengemban
Supersemar, Soeharto. Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden Soekarno sesuai
dengan UUD 1945.
D.
LATAR BELAKANG
LAHIRNYA ORDE BARU
Setelah G3OS / PKI berhasil ditumpas dan berbagai
bukti-bukti yang berhasil dikumpulkan Menujukan kepada Partai Komunis Indonesia
(PKI ), Akhirnya diambil sebuah kesimpulan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI)
melupakan dalang daring gerakang ini, Partai Komunis indonesia (PKI) yang
melatar belakangi terjadi peristiwa G30S/PKI. Gerakan ini pun menyebabkan
rakyat marah terhadap PKI yang diikuti dengan berbagai demonstrasi
menuntut pembubaran PKI beserta organisasi massanya (ormasnya) dan
tokoh-tokohnya diberikan sebuah sanksi dengan diadili. Panglima Kostrad /
Pangkopkamtib Mayor Jenderal Soeharto yang diangkat sebagai Menteri! Panglima
Angkatan Darat melakukan tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI
dan ormasnya
Latar
belakang lahirnya Orde baru juga dipelopori Masyarakat luas yang terdiri dari
berbagai unsur seperti
Dukungan dari berbagai Kalangan Seperti :
Dukungan dari berbagai Kalangan Seperti :
a.
Berbagai Partai politik,
b. Berbagai Organisasi massa
c. Perorangan,
d. Berbagai Pemuda,
e. Berbagai mahasiswa,
f. Berbagai pelajar,
g. Berbagai kaum wanita
b. Berbagai Organisasi massa
c. Perorangan,
d. Berbagai Pemuda,
e. Berbagai mahasiswa,
f. Berbagai pelajar,
g. Berbagai kaum wanita
Berbagai kalangan-kalangan ini bersama-sama mendirikan
satu kesatuan aksi dalam bentuk Front Pancasila untuk menghancurkan para
pendukung G3OS/PKI Front Pancasila menduga bahwa PKI adalah dalang dari semua
ini dan Front Pancasila juga menuntut untuk dilakukannya penyelesaian politis
terhadap mereka yang terlibat dalam gerakan itu. Berbagai Aksi yang datang yang
menjadi Satu bertujuan menentang G30S/PKI atau Gerakan 30 September 1965 itu di
antaranya Kesatuan
1.
Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI),
2. Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI),
3. Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI).
4. Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) dan lain-lain.
2. Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI),
3. Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI).
4. Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) dan lain-lain.
Berbagai kalangan yang menjadi sebuah kesatuan yang
tergabung dalam Fron Pancasila kemudian lebih dikenal dengan sebutan Angkatan
66. Mereka yang tergabung dalam Front Pancasila mengadakan demonstrasi di berbagai
tempat terutama di Jalan yaitu jalan raya.Front Pancasila atau Anggaktan 66
melanjutkan aksinya diGedung Sekretariat Negara Pada Tanggal 8 Januari 1966
dengan mengajukan penyataan bahwa kebijakan ekonomi pemeritahan tidak boleh di
dilaksanakan atau dibenarkan Lalu Pergerakan Front Pancasila Berlanjut ke
Halaman Gedung DPR-GR yakni 12 Januri 1966 untuk mengajukan Tri Tuntutan Rakyat
(Tritura) yang isinya sebagai berikut.
Isi Tri Tuntutan Rakyat (Tritura)
1. Pembubaran PKI beserta organisasi massanya
2. Pembersihan Kabinet Dwikora
3. Penurunan harga-harga barang.
Pada tanggal 15 Januari 1966 diadakan sidang paripurna
Kabinet Dwikora dalam sebuah tempat di bogor tepatnya di istana Bogor yang di
hadiri oleh wakil-wakil mahasiswa. Presiden Republik Indonesia yaitu Presiden
Ir.Soekarno berfikiran timbulnya berbagai gerakan para mahasiswa itu didalangi
oleh CIA (Central Intelligence Agency) yang lembaga ini bertempat di negara
Amerika tepatnya Amrika serikat. Presiden Republik indonesia Ir. Soekarno
menyatakan perombakan kabinetnya yakni pada tanggal 21 Februari tetapi itu tak
ada perubahan yang membuat hati rakyat senang dikarenakan masih banyak anggota
kabinetnya berada dalam G30S/PKI, Kabinet baru tersebut atau dikenal dengan
sebutan Seratus Menteri.
Pada saat pelantikan Kabinet berbagai kalangan hadir
seperti mahasiswa, pelajar, dan pemuda mengisi jalan yang tujuan jalan tersebut
menuju ke Istana Merdeka, Aksi tersebut terjadi Pada tanggal 24 Februani 1966,
Gerakan-Gerakan Berbagai kalangan ditahan Pasukan yaitu Pasukan Cakrabirawa
yang menyebabakan timbulanya bentrokan dari kedua belah pihak yakni Pasukan
Cakrabirawa dengan Demonstran, dalam peristiwa itu merenggut nyawa seorang
mahasiswa yang bernaung di Universitas Indonesia yakni Arief Rahman yang gugur
dalam bentrokan tersebut.
2.
AWAL ORDE BARU
A. SIDANG ISTIMEWA MPRS TAHUN 1967 DAN SIDANG ISTIMEWA MPRS TAHUN 1968
Sidang Istimewa MPRS Tahun 1967
Sidang
Istimewa majelis pertama kali diadakan pada tahun 1967 setelah peristiwa Gerakan 30 September yang mengakibatkan Soekarno kehilangan kepercayaan dan dianggap tidak mampu mengendalikan keamanan setelah
pidato pertanggung jawabannya di depan MPRS, Nawaksara,
dibacakan. MPRS pada masa itu meminta Soekarno untuk memperbaiki pidato pertanggungjawabannya
di Sidang Umum MPRS, yang direspon Soekarno dengan pidato "Pelengkap
Nawaksara". Namun pertanggung jawaban tersebut kembali ditolak dan akhirnya
diputuskan bahwa pada 7 Maret 1967 akan dilakukan Sidang Istimewa MPRS.
Setelah
Sidang Istimewa ini, Soekarno diturunkan dari jabatan Presiden dan digantikan
oleh Soeharto sebagai Pejabat Presiden.
Sidang Istimewa MPRS Tahun 1968
Berdasarkan Ketetapan MPRS No.
XXXIII/MPRS/1966, maka pada tanggal 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto dilantik
dan diambil sumpah sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia.
Setahun kemudian tepatnya 21
sampai 30 Maret 1968, diselenggarakan Sidang Umum MPRS V yang menghasilkan
Ketetapan MPRS No. XLVI/MPRS/1968 yang mengangkat Presiden Soeharto sebagai
Presiden Republik Indonesia.
Setelah menjadi Presiden
Republik Indonesia, pada tanggal 10 Juni 1968 Soeharto membentuk kabinet baru
yang dinamakan Kabinet Pembangunan I. berdasarkan Ketetapan MPRS No.
XLI/MPRS/1968 program kerja Kabinet Pembangunan I disebut Pancakrida yang
meliputi hal-hal berikut ini :
1.
Menciptakan stabilitas ekonomi
dan politik
2.
Menyusun dan melaksanakan rencana pembangunan lima tahun (Repelita)
3.
Melaksanakan pemilihan umum
selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1971
4. Mengembalikan keamanan dan
ketertiban masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30
September/PKI dan setiap rongrongan, penyelewengan serta penghianatan terhadap
Pancasila dan UUD 1945
5. Melanjutkan penyempurnaan dan
pembersihan secara menyeluruh aparatur negara baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah
B. MENATA KEMBALI HUBUNGAN BAIK INDONESIA DENGAN MALAYSIA DAN PBB
Pada
masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali
dipulihkan. MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik
luar negeri Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus
didasarkan pada kepentingan nasional, seperti pembangunan nasional, kemakmuran
rakyat, kebenaran, serta keadilan.
Pemulihan Hubungan dengan Malaysia
Normalisasi
hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan diadakannya perundingan di
Bangkok pada 29 Mei - 1 Juni 1966 yang menghasilkan Perjanjian Bangkok. Isi
perjanjian tersebut adalah:
·
Rakyat Sabah
diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai
kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
·
Pemerintah
kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
·
Tindakan
permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
Kembali
menjadi anggota PBB
Pada
tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali
menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali
menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah sadar bahwa banyak manfaat yang
diperoleh Indonesia selama menjadi anggota pada tahun 1955-1964. Kembalinya
Indonesia menjadi anggota PBB disambut baik oleh negara-negara Asia lainnya
bahkan oleh PBB sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. Dan Indonesia juga
memulihkan hubungan dengan sejumlah negara seperti India, Thailand, Australia, dan negara-negara lainnya yang sempat renggang akibat politik konfrontasi Orde
Lama.
Dan
pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan pemulihan hubungan
Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam Malik (Indonesia) dan Tun Abdul Razak (Malaysia).
3. MASA
PEMERINTAHAN ORDE BARU
A. KEBIJAKAN POLITIK
DALAM NEGRI
:
v PEMILU 6 X
Pemilu-Pemilu
berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto.
Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu Orde Baru. Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun
1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan
Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Berikut adalah tanggal-tanggal diadakannya pemungutan suara pada Pemilu periode ini.
Berikut adalah tanggal-tanggal diadakannya pemungutan suara pada Pemilu periode ini.
1. 2 Mei 1977
Pemilihan
Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1977
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 2 Mei 1977 untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya)
se-Indonesia periode 1977-1982.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
2. 4 Mei 1982
Pemilihan
Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1982
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982 untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya)
se-Indonesia periode 1982-1987.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
3. 23 April 1987
Pemilihan
Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1987
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 23 April 1987 untuk memilih
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya)
se-Indonesia periode 1987-1992.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
4. 9 Juni 1992
Pemilihan
Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1992
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 Juni 1992 untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya)
se-Indonesia periode 1992-1997.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
5. 29 Mei 1997
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1997
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 29 Mei 1997 untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya)
se-Indonesia periode 1997-2002. Pemilihan Umum ini merupakan yang terakhir kali
diselenggarakan pada masa Orde Baru.
Pemilihan
Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya. Pemilu ini
diwarnai oleh aksi golput oleh Megawati Soekarno Putri, yang
tersingkir sebagai Ketua Umum PDI yang tidak diakui rezim pemerintah waktu itu.
Pemilu-Pemilu
berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu
ini seringkali disebut dengan Pemilu Orde Baru.
Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya
diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut
kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
v PERAN GANDA (DWI FUNGSI) ABRI
Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan peran ganda kepada ABRI, yaitu peran Hankam dan sosial. Peran ganda ABRI ini kemudian terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan tanpa melalui Pemilu. Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sebagai stabilitator dan dinamisator.Peran dinamisator sebanarnya telah diperankan ABRI sejak zaman Perang Kemerdekaan. Waktu itu Jenderal Soedirman telah melakukannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pimpinan pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukanSoeharto ketika menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah G 30 S PKI, yangmelahirkankan Orde Baru. Boleh dikatakan peran dinamisator telah menempatkan ABRI pada posisiyang terhormat dalam percaturan politik bangsa selama ini.
v PEMASYARAKATAN
P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto
mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan
Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya
ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978
diselenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman
yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama
diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara.
Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang
kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa
Pancasila telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan
adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk
menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal.
B.
KEBIJAKAN
EKONOMI
Kebijakan
ekonomi pada masa orde baru yang brsifat prioritas :
1.
Penerbitan
anggaran pendapatan belanja Negara (APBN)yang dinilai sebagai salah satu sumber
utama terjadinya hiperinflasi . intinya adalah penertiban pengeluaran anggaran
belanja negara di satu pihak dan peningkatan penerimaan pajak,bea
masuk,cukai,dan seterusnya di pihak lainnya.
2. Penjadwalan
kembali kewajiban membayar hutang-hutang luar negeri (debt rescheduling)yang
lewat batas waktunya dan mengusahakan penundaan pembayarannya ,diikuti dengan
pencarian kredit baru dengan syarat-syarat lebih lunak untuk pembiayaan
pembangunan .
3.
Merangsang eksportir
untuk meningkatkan ekspor nya dengan mengurangi campur tangan pemerintah serta
memberikan bonus ekspor (BE)yang dapat diperjual belikan .
4.
Menghentikan
konfrontasi terhadap malaysia ,serta menjalin kembali hubungan baik dengan
negara –negara tetangga dan kembali menjadi anggota PBB.
5.
Kembali
menjadi anggota badan-badan keuangan internasional ,seperti international
monetary fund(IMF)dan international bank for reconstruction and development
(IBRD)yang dikenal dengan nama World Bank.
C.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN REPELITA
Mulai
tahun 1 April 1969, pemerintah menciptakan landasan untuk pembangunan yang
disebut sebagai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Repelita pertama yang mulai dilaksanakan tahun 1969 tersebut fokus pada
rehabilitasi prasarana penting dan pengembangan iklim usaha dan investasi.
Pembangunan sektor pertanian diberi prioritas untuk memenuhi kebutuhan pangan sebelum
membangun sektor-sektor lain.
Pembangunan antara lain dilaksanakan dengan membangun prasana pertanian seperti irigasi,
perhubungan, teknologi pertanian, kebutuhan pembiayaan, dan
kredit perbankan.
Petani juga dibantu melalui penyediaan sarana penunjang utama seperti pupuk hingga pemasaran
hasil produksi.
Repelita
I membawa pertumbuhan ekonomi naik dari rata-rata 3% menjadi 6,7% per tahun,
pendapatan perkapita meningkat dari 80 dolar AS menjadi 170 dolar AS, dan
inflasi dapat ditekan menjadi 47,8% pada akhir Repelita I pada tahun 1974.
Repelita II (1974-1979) dan Repelita III (1979-1984) fokus pada pencapaian
pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, dan pemerataan pembangunan dengan
penekanan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi
bahan baku.
Pada tahun 1984, Indonesia berhasil mencapai status swasembada beras dari yang
tadinya merupakan salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia pada
tahun 1970-an.
Fokus Repelita IV (1984-1989) dan Repelita V (1989-1994), selain berusaha
mempertahankan kemajuan di sektor pertanian, juga mulai bergerak
menitikberatkan pada sektor industri khususnya industri yang menghasilkan
barang ekspor,
industri yang menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, dan
industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri.
D. BERAKHIRNYA ORDE BARU
Jatuhnya
pemerintah Orde Baru erat hubungannya dengan krisis politik, ekonomi, dan
sosial. Pemerintah Orede Baru tidak dapat mengatasi krisis yang terjadi di
Indonesia sehingga pemrintahannya berkahir. Jatuhnya pemrintah Orde Baru telah
terasa setelah indonesia dilanda krisis moneter tahun 1997. Sekaj tahun 1997
pemerintah tidak dapat mengatasi krisis moneter, bahkan terus berlanjut ke
krisis yang lain, seperti politik, ekonomi, sosial, dan moral. Adanya krisis
mul Secara subtansial, berakhirnya pemerinatahan orde baru lebih di sebabkan
karena ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi persoalan bangsa dan negara.
Sebab-sebab
berakhirnya orde baru adalah terbatasnya kemampuan pemerintah seperti :
Krisis moneter
Akibat
:
·
Ketergantungan
Indonesia pada modal asing sangat tinggi
·
Ketergantunagn
Indonesia pada barang-barang impor
·
Ketidak mampuan
Indonesia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Krisis ekonomi
Indikator
:
·
Lemahnya
investasi sehingga dunia industri dan usaha mengalami keterpurukan
·
Produktifitas
dunia industrimengalami penurunan sehingga PHK menjadi satu-satunya alternatif
·
Angaka
pengangguran tinggi sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat menjadi sangat
rendah
Krisis politik
Sebagian
besar masyarakat hanya ingin kehidupan yang tertib, tenang, damai, adil,
makmur, dll. Namun semua itu tidak bisa lepas dari pemerintahan Presiden
Suharto. Oleh karena itu, jawaban yang paling realistik adalah menuntut
Presiden Suahrto untuk turun dari jabatannya.
Krisis sosial
Sebab-sebab
::
·
Demonstrasi
·
Kerusuhan
·
Kekacauan
·
Pembakaran
·
Penjarahan
·
Pengangguran
·
PHK
Krisis hukum
Kekuasaan kehakiman yang merdeka dari kekuasaan
pemerinath belum dapat di realisasikan. Bahkan dalam praktiknya, kekuasaan
kehakiman menjadi pelayanan lepentinagn para penguasa dan kroni-kroninya.
Memang harus di akui bahwa sistem peradialan pada masa
orde baru tidak dapat dijadiakn barometeruntuk mewujudkan pemerintahan yantg
bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Di tengah gencarnya desakan mahasiswa agar Presiden
Soeharto segera mengambil sikap untuk melakukan reformasi dalam segala bidang.
Presiden Soeharto menilai bahwa reformasi hendaknya harus tetap konstruktif dan
tidak terjebak dalam pemikiran dan sikap yang mengganggu stabilitas. Pernyataan
presiden Soeharto yang disampaikan Mendagri R. Hartono bahwa jika ada keinginan
reformasi di bidang politik harus mempersiapkan diri setelah tahun 2003.
Apabila reformasi dilakukan maka dapat mengganggu stabilitas bangsa.
Di tengah masyarakat indonesia yang sedang sulit
menghadapi krisis ekonomi, harga sembilan bahan pokok terus melambung. Untuk
mengatasi krisis, pemrintah mengambil inisiatif menaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) dan Tarif Daya Listrik (TDL). Menteri pertambangan dan energi
(Mentamben) Kuntoro Mangkusubroto menjelaskan, berdasarkan Keppres no.69 /
1998, mulai pukul 00.00 WIB tanggal 5 Mei 1998, harga BBM dinaikan antara 25
%-71%. Kenaikan harga BBM menimbulkan keresahan rakyat indonesia. Harga-harga
sembako dan kebutuhan lain mengalami peningkatan tajam.
Melihat
keadaan yang demikian, mahasiswa melakukan domonstrasi menuntut adanya
reformasi di segala bidang. Di Yogyakarta. Aksi mahasiswa berlangsung di kampus
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Insitut Seni Indonesia (ISI), dan
Universitas Gajah Mada (UGM), tidak ketinggalan juga , para pelajar SMU yang tergabung
dalam Gabungan Aksi Pelajar Cinta Indonesia (GAPCI) iktu melakukan aksi
menuntut reformasi di gedung DPRD DIY. Mereka menuntut pemerintah agar segera
melakukan reformasi. Sudah tidak ada alasan lagi untuk melakukannya setelah
2003. Demonstrasi juga berlangsung di beberapa kota di Indonesia.
Luar Negri
Pada masa Orde Baru, politik luar negeri
Indonesia diupayakan kembali kepada jalurnya yaitu politik luar negeri yang
bebas aktif. Untuk itu maka MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan
politik luar negeri Indonesia. Dimana politik luar negeri Indonesia harus
berdasarkan kepentingan nasional, seperti permbangunan nasional, kemakmuran
rakyat, kebenaran, serta keadilan.
v
Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB
dikarenakan adanya desakan dari komisi bidang pertahanan keamanan dan luar
negeri DPR GR terhadap pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya
disepakati bahwa Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan
internasional lainnya dalam rangka menjawab kepentingan nasional yang semakin
mendesak. Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia sadar bahwa ada
banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun
1950-1964. Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak
tanggal 28 Desember 1966.
v
Normalisasi Hubungan Indonesia Dengan
Malaysia
Normalisasi
hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan diadakannya perundingan di
Bangkok pada 29 Mei - 1 Juni 1966 yang menghasilkan Perjanjian Bangkok. Isi
perjanjian tersebut adalah:
·
Rakyat Sabah
diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai
kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
·
Pemerintah
kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
·
Tindakan
permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
Dan
pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan pemulihan hubungan
Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam Malik
(Indonesia) dan Tun Abdul Razak (Malaysia).
v
Indonesia Ikut Pembentukan ASEAN
Indonesia menjadi pemrakarsa didirikannya
organisasi ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967. Latar belakang didirikan
Organisasi ASEAN adalah adanya kebutuhan untuk menjalin hubungan kerja sama
dengan negara-negara secara regional dengan negara-negara yang ada di kawasan
Asia Tenggara.
Tujuan awal didirikan ASEAN adalah untuk
membendung perluasan paham komunisme setelah negara komunis Vietnam menyerang
Kamboja.
Hubungan kerjasama yang terjalin adalah dalam
bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Adapun negara yang tergabung dalam
ASEAN adalah Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina.
v Indonesia
Ikut Dalam Organisasi Internasional Seperti OPEC, APEC dll
Program ini bertujuan memanfaatkan secara lebih
optimal berbagai potensi positif yang ada pada forum-forum kerjasama
internasional terutama melalui kerjasama ASEAN, APEC, dan kerjasama
multilateral lainnya, dan antara negara-negara yang memiliki kepentingan yang
sejalan dengan Indonesia.
Kegiatan-kegiatan
pokok yang akan dilakukan adalah :
1.
Penciptaan
kesepahaman dan koordinasi yang lebih terarah antara Deplu dengan lembaga
pemerintah, antara lain dengan Dephan, Polhukkam, TNI, Polri, dan komunitas
intelijen untuk bekerjasama dengan lembaga-lembaga mitra secara bilateral,
regional dan internasional dalam meningkatkan saling pengertian dalam upaya
menjaga keamanan kawasan, integrasi wilayah dan pengamanan kekayaan sumber daya
alam nasional;
2.
Penyusunan
kerangka kerja yang lebih terarah dan tindak lanjut terciptanya pembentukan ASEAN
Security/Economic/Sociocultural Community;
3. Pemantapan
kerjasama internasional di bidang ekonomi, perdagangan, sosial dan budaya serta
bagi pencapaian tujuan pembangunan sosial ekonomi yang disepakati secara
internasional termasuk Millenium Development Goals (MDGs);
4.
Fasilitasi
jaringan diplomasi kebudayaan dan pendidikan berbasiskan inisiatif masyarakat
secara luas; serta
5. Fasilitasi
upaya untuk memperluas jaringan dan peningkatan pemanfaatan Sister City antara
kota-kota dan propinsi di Indonesia dengan kota-kota dan propinsi/distrik di
mancanegara yang sudah berkembang dan maju.
v Indonesia
Ikut Dalam Menciptakan Asean Menjadi Kawasan Zopfan (Bebas, Damai dan Netral)
dam SEANWFZ (Bebas Nuklir)
Indonesia adalah negara yang aktif dalam panggung politik
regional maupun internasional. Dalam panggung politik regional, khususnya di
Asia Tenggara, Indonesia telah memberikan sumbangsih yang cukup besar dalam
pembangunan Asia Tenggara dalam bentuk hubungan internasional ataupun
pembangunan dalam berbagai bidang. Indonesia bersama Malaysia, Singapura,
Fillipina, dan Thailand mendirikan sebuah organisasi regional yaitu ASEAN yang
ditujukan bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara dalam Deklarasi Bangkok
yang diselenggarakan pada 8 Agustus 1967 (Prawirasaputra, 1985). Dengan menjadi
salah satu pendiri ASEAN, hal tersebut menunjukkan pula keaktifan Indonesia
dalam kancah regional, bukan hanya kancah internasional. Hal itu tak lepas dari
politik luar negeri Indonesia yang menerapkan asas bebas aktif didalamnya.
Selain itu strategi yang dilakukan Indonesia adalah
meningkatkan peranannya di ASEAN. Yang ditunjukkan tidak hanya mendekatkan
hubungan kepada negara-negara terdekat, tetapi Indonesia juga rajin
mempromosikan berbagai forum regional maupun internasional agar dapat mencapai tujuan
utamanya yakni adanya keamanan dan tertib di kawasan regional. Salah satunya
ialah ZOPFAN (Zona
of Peace, Freedom and Neutrality) yang ditandatangani oleh
Perdana Menteri anggota ASEAN pada tahun 1971 (ZOPFAN, t.t.). Kemudian SEANWFZ (Southeast
Asia Nuclear Weapon Free Zone) yakni kesepakatan negara-negara
di ASEAN untuk mengamankan ASEAN dari nuklir (SEANWFZ , t.t.). Dan terakhir
adalah AFR (ASEAN Regional Forum) di tahun 1993 yang bertujuan untuk membangun
rasa saling percaya, memelihara stabilitas dan menjamin pertumbuhan di
Asia-Pasifik. Strategi Indonesia lainnya ditunjukan yang didasari dengan
prinsip bebas aktif Indonesia yang merupakan pedoman bagi arah politik luar
negeri Indonesia untuk dapat menempatkan diri dalam ruang lingkup di Asia Tenggara.
Hal ini terbukti dengan peran Indonesia sebagai pemrakarsa Association of Southeast Asian Nations atau
yang dikenal dengan sebutan ASEAN pada masa-masa pemerintahan Soeharto
(Suryadinata, 1998).
Demikianlah Masa Orde Baru
Semoga Bermanfaat, Terima Kasih
Dibuat Oleh : Amanah Cengkeh Padang
No comments:
Post a Comment