PERGERAKAN NASIONAL INDISCHE PARTIJ (IP)
Pada awal abad
ke-20, di Nusantara muncul berbagai kelompok dan organisasi yang memiliki
konsep nasionalisme yaitu organisasi pergerakan kemerdekaan Indonesia antara
lain : Budi Utomo (BU), Sarekat Dagang Islam (kemudian menjadi Sarekat Islam),
Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Nasional Indonesia (PNI), Indische
Partij (IP), Perhimpunan Indonesia, Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan
Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), Partai Indonesia Raya (Parindra),
Gabungan Politik Indonesia (Gapi), Gerakan dan Organisasi Pemuda, Organisasi
Kepanduan, Gerakan Wanita, dan organisasi lainnya.. Munculnya
organisasi-organisasi itu mendanai fase perubahan perlawanan terhadap
pemerintah kolonial Belanda. Kalau sebelumnya berupa perlawanan fisik
kedaerahan menjadi pergerakan nasional yang bersifat modern.
Organisasi-organisasi itu mengusung tujuan yang sama, yakni untuk lepas dari
penjajahan. Indische Partij (IP) merupakan bagian dari organisasi pergerakan
nasional.
Indische Partij (IP) merupakan salah
satu organisasi pergerakan nasional. Indische Partij (IP) merupakan organisasi
pergerakan yang berdasarkan faktor keturunan. Indische Partij (IP) didirikan
oleh orang-orang keturunan Indo-Belanda atau campuran (Belanda-Pribumi).
Indische Partij (IP) sangat penting kita pelajari agar pengetahuan dan
nasionalisme kita bertambah. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas
tentang organisasi Indische Partij (IP). Berikut secara singkat uraian tentang
organisasi Indische Partij (IP).
Lahirnya Indische Partij (IP)
Lahirnya Indische Partij (IP).
Indische Partij merupakan organisasi politik yang anggota-anggotanya berasal
dari keturunan campuran Belanda-pribumi (Indo-Belanda) dan orang asli pribumi.
Munculnya organisasi Indische Partij (IP) karena adanya sejumlah golongan orang
Indo-Belanda yang dianggap lebih rendah kedudukannya dari pada orang Belanda
asli. Secara hukum mereka itu masuk dalam bangsa kelas I, karena kedudukan
ayahnya yang orang Belanda. Namun demikian secara sosial karena ibunya orang
pribumi mereka anggap lebih rendah oleh golongan Belanda. Sejumlah orang dari
golongan Indo Belanda itu kemudian mendirikan perkumpulan Indische Bond (1898).
E.F.E Douwes Dekker yang kemudian berganti nama Dr. Danudirjo Setiabudhi
berkeinginan untuk melanjutkan Indische Bond sebagai organisasi politik yang
kuat. Keinginan Douwes Dekker itu semakin menguat saat ia bertemu dengan dr.
Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat atau dikenal dengan Ki Hajar
Dewantoro. Mereka kemudian dikenal dengan “Tiga Serangkai”.
Douwes Dekker adalah cucu Eduard
Douwes Dekker atau Multatuli, seorang penulis Max Havelaar yang membela petani
Banten dalam masa Tanam Paksa. Ia seorang campuran ayah Belanda dan ibunya
Indo. Pengalaman hidupnya itulah yang menjiwai gerak politiknya. Kedekatannya
dengan buruh perkebunan kopi, saat ia menjadi pengawas perkebunan di Jawa, yang
menjadi alasan pemerintah Kolonial Belanda untuk memecatnya. Kondisi itulah
yang mendorong dia untuk mendirikan organisasi yang bertujuan untuk mendapatkan
kemerdekaan bagi Indie (istilah Indonesia pada waktu itu). Bersama-sama dengan
Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo maka dibentuklah Indische Partij
(IP) pada tahun 1912.
Perkembangan Indische Partij (IP)
Perjuangan Indische Partij (IP).
Keinginan Indische Partij (IP) untuk mewujudkan cita-citanya itu mendapat
respon positif dari masyarakat saat itu. Keanggotaan Indische Partij (IP)
berkembang dengan pesat. Sebagai seorang koresponden surat kabar de Locomotiefdi
Semarang, kemudian harian Soerabajasch Handelsblad, Bataviaasch Nieuwsblad, dan
akhirnya di majalah Het Tijdschrift dan surat kabar De Expres, Douwes Dekker
dengan mudah dapat mengutarakan gagasannya. Ia berpendapat hanya melalui
kesatuan aksi melawan kolonial dapat mengubah sistem yang berlaku. Ia juga
berpendapat bahwa setiap gerakan politik haruslah mempunyai tujuan akhir, yaitu
kemerdekaan. Pendapat itulah yang kemudian ditulis dalam Het Tijdschriftdan De
Expres.
Kedekatan Douwes Dekker dengan pelajar
STOVIA di Jakarta membuka peluang bagi pemuda terpelajar saat itu untuk
menuangkan gagasan-gagasan mereka dalam surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad,
saat ia menjadi redaktur surat kabar itu. Pengaruh Budi utomo juga mendasari
jiwa Douwes Dekker saat ia melakukan propaganda ke seluruh Jawa dari tanggal 15
September hingga 3 Oktober 1912. Dalam perjalanannya itu ia menyelenggarakan
rapat-rapat dengan elit lokal di Yogjakarta, Surakarta, Madiun, Surabaya,
Tegal, Semarang, Pekalongan, dan Cirebon. Dalam pertemuannya dengan para tokoh
elit Budi Utomo itu Douwes Dekker mengajak membangkitkan semangat golongan
bumiputera untuk menentang penjajah. Kunjungannnya itu menghasilkan tanggapan
positif di kota-kota yang dikunjunginya. Dari itulah Indische Partij (IP) kemudian
mendirikan 30 cabang dengan jumlah anggota 730 orang. Kemudian terus bertambah
hingga mencapai 6000 orang yang terdiri dari orang Indo dan bumiputera.
Dalam Anggaran Dasar Indische Partij
(IP) disebutkan, untuk membangun patriotisme Bangsa Hindia kepada tanah airnya
yang telah memberikan lapangan hidup, dan menganjurkan kerjasama untuk
persamaan ketatanegaraan guna memajukan tanah air Hindia dan untuk
mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.
Tujuan Indische Partij (IP)
Melalui karangan- karangan di dalam
Het Tijdschrift tujaun dari Indische Partij kemudian dilanjutkan didalam De
Express, propagandanya meliputi, Pelaksaan suatu program “ Hindia “ untuk setiap gerakan
politik yang sehat dengan tujuan menghapuskan perhubungan kolonial, Menyadari golongan
Indo dan penduduk bumi putera, bahwa masa depan meraka terancam oleh bahaya yang sama yaitu bahaya
Eksploitasi Kolonial. Alat untuk melancarkan aksi-aksi perlawanan ialah dengan
membentuk suatu Partij: Indische Partij. “Tujuan Indische Partij ialah untuk
membangunkan patriotisme semua Indiers terhadap kepada tanah air, yang telah
memberi lapangan hidup kepada mereka, agar mereka mendapat dorongan untuk
bekerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan untuk memajukan
tanah air “Hindia” dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang
merdeka.”(Sartono Kartodirjo, 1975,:191.)
Pendiri Indische Partij yang tinggal
satu belum ditangkap itu, tetap terus berjuang membela rakyat. Baginya,
meskipun termasuk keturunan Belanda (Indo), namun dalam perjuangan merasa satu
dengan orang-orang kelahiran Hindia Belana asli. Dalam perjuangan untuk
kepentingan tanah air tidak ada perbedaan antar Indo maupun Pribumi. Dia merasa
hidup di tanah airnya sendiri dan tidak senang melihat kehidupan di masyarakat
yang sangat membedakan ras, derajat, maupun perlakuan. Dia berjuang untuk
mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia. Hal ini sesuai dengan bunyi
pasal-pasal dalam anggaran dasar Indische Partij, seperti sebagai berikut:
1. Memelihara nasionalisme Hindia
dengan meresapkan cita-cita kesatuan kebangsaan semua Indiers, meluaskan
pengetahuan umum tentang sejarah budaya Hindia, mengasosiasikan intelek secara
bertingkat kedalam suku dan antar suku yang masih hidup berdampingan pada mada
ini, menghidupkan kesadaran diri dan kepercayaan kepada diri sendiri.
2. Memberantas rasa kesombongan rasial
dan keistimewaan ras baik dalam bidang ketatanegaraan maupun bidang
kemasyarakatan.
3. Memberantas usaha-usaha untuk
membangkitkan kebencian agama dan sektarisme yang bisa mengakibatkan Indiers
ading sama lain, sehingga dapat memupuk kerjasama atas dasar nasional.
4. Memperkuatdaya tahan rakyat Hindia
dengan memperkembangkan individu ke arah aktivitas yang lebih besar secara
taknis dan memperkuat kekuatan batin dalam soal kesusilaan.
5. Berusaha untuk mendapatkan persamaan
hak bagi semua orang Hindia.
6. Memperkuat daya rakyat Hindia untuk
dapat mempertahankan tanah air dari serangan asing.
7. Mengadakan unifikasi, perluasan,
pendalaman, dan meng-Hindia-kan pengajaran, yang di dalam semua hal terus ditujukankepada
kepentingan ekonomi Hindia, dimana tidak diperbolehkan adanya perbedaan
perlakuan karena ras, seks atau kasta dan harus dilaksanakan sampai tingkat
yang setinggi-tingginya yang bisa di capai.
Akhir Perjuangan Indische Partij (IP)
Bagi pemerintah kolonial
keberhasilan Indische Partij (IP) mendapat simpatisan dari masyarakat merupakan
suatu yang berbahaya. Organisasi Indische Partij (IP) kemudian dinyatakan
sebagai organisasi terlarang dan berbahaya (pertengahan 1913). Pemimpin
organisasi Indische Partij (IP) kemudian ditangkap dan dibuang. Douwes
Dekker diasingkan ke Timor, Kupang. Cipto Mangunkusumo dibuang ke Bkamu.
Suwardi Suryaningrat dibuang ke Bangka. Tiga Serangkai itu kemudian dibuang ke
Negeri Belanda. Pembuangan Tiga Serangkai itu membawa dampak luas, tidak saja
di Hindia Belanda, akan tetapi juga di Negara Belanda. Di Hindia Belanda,
keberadaan mereka semakin mendorong bumiputera untuk memperjuangkan hak-haknya.
Sementara di Negeri Belanda menjadi perdebatan politik di kalangan Dewan
Perwakilan Rakyat Belanda tentang pergerakan rakyat Indonesia.
Karena alasan kesehatan, pada 1914
Cipto Mangunkusumo dipulangkan ke Indonesia. Douwes Dekker dipulangkan pada
1917 dan Ki Hajar Dewantoro dipulangkan pada 1918. Setelah Indische Partij (IP)
dibubarkan dan pimpinan Indische Partij (IP) menjalankan pembuangan
organisasi itu kemudian bernama Insulinde. Namun organisasi Indische Partij
(IP) kurang mendapat sambutan dari masyarakat. Kemudian tahun 1919
Indische Partij (IP) berganti nama menjadi Nationaal Indische Partij (NIP). Ki
Hajar Dewantoro kemudian mendirikan Perguruan Taman Siswa (1922), sebagai badan
perjuangan kebudayaan dan perjuangan politik.
Walaupun Indische Partij (IP) sudah
mengalami kemunduran, tetapi perjuangan bangsa Indonesia untuk terbebas dari
praktik kolonialisme masih terus berlangsung. Indische Partij (IP) mungkin
sudah runtuh, tetapi setelah itu bermunculan organisasi-organisasi lain.
Demikian artikel kami tentang Indische Partij (IP).
Penangkapan dan Pengasingan
Pemerintah kolonial Belanda ingin
merayakan 100 tahun bebasnya negeri Belanda dari jajahan Perancis pada tahun
1813. Negeri Belanda dikuasai Napoleon Bonaparte kaisar Perancis (1805).
Napoleon Bonaparte menempatkan saudaranya, Louis Napoleon menjadi Raja Belanda.
Melalui perang Koalisi VI (1813-1814) Rusia, Inggris, Australia, Spanyol,
Prusia dan Negara-negara Jerman dapat mengalahkan Napoleon Bonaparte dalam "Pertempuran
bangsa-bangsa" di Leipzig tahun 1813. Dengan runtuhnya kekuasaan Napoleon
itu, Belanda menjadi Negara merdeka, sesuai dengan isi perjanjian Perdamaian
Paris I (1814).
Rencana perencanaan 100 tahun
kemerdekaan negeri Belanda di tanah jajahan ini menimbulkan perasaan anti pati
dan penghinaan terhadap rakyat jajahan. Untuk mengimbangi niat pemerintah
kolonial Belanda itu, didirikanlah di Bandung sebuah Komite yang dikenal
sebagai "Komite Boemi Poetra". Tujuan Komite itu adalah :
a. Mencabut pasal 111 RR.
b. Membentuk majelis
perwakilan rakyat sejati.
c. Adanya kebebasan
berpendapat di tanah jajahan.
Salah satu pemimpin Komite Boemi
Poetra, R.M. Soewardi Soerjaningrat menulis sebuah risalah dengan judul Als
Ik Eens Nederlander Was (Seandainya ak seorang Belanda). Di dalam risalah
itu ia menulis antara lain "…Seandainya Aku Seorang Belanda, masih
belumlah saya dapat berlaku sekehendak hati saya. Dengan sesungguhnya saya akan
mengharap-harap, semoga peringatan hari kemerdekaan itu, di pesta seramai-ramainya,
tapi saya tidak akan menyukai, jika anak-anak negeri dari tanah jajahan ini
dibawa-bawa larut berpesta. Saya akan melarang mereka turut bergembira dan
bersuka ria di hari-hari keramaian itu, bahkan saya akan meminta dip agar
tempar berpesta, agar tidak ada seorang diantara anak-anak negeri yang dapat
terlihat, secara apa kita beriang-riang dalam memperingati hari kemerdekaan
kita itu.
Sejalan dengan aliran itu, bukan
daja tidak adil, tapi terlebih lagi tidak patut, jika anak-anak negeri disuruh
menyumbang uang pula untuk turut membelanjai pesta itu. Jika mereka itu telah
diperhatikan dengan laku mengadakan pesta kemerdekaan untuk negeri Belanda,
sekarang orang bermaksud pula hendak mengosongkan kantong uangnya.
Sesungguhnya, suatu penghinaan lahir dan batin"
Tulisan R.M. Soewardi Soerjaningrat
ini mendapat reaksi yang hebat dari pemerintah kolonial Belanda. Terjadilah
pemeriksaan-pemeriksaan yang intensif terhadap Tiga Serangkai oleh Kejaksaan.
Dengan menggunakan "Hak Luar Biasa" (Exorbitante rechten) Gubernur
Jenderal Idenburg mengeluarkan surat keputusan tanggal 18 Agustus 1913 untuk
mengasingkan ketiga pemimpin Komite Boemi Poetra itu. Beberapa tempat ditunjuk
untuk mereka. Kupang untuk Tjipto Mangoenkoesoemo, Banda untuk R.M. Soewardi
Soerjaningrat, dan Bengkulu untuk Douwes Dekker. Disamping itu ditetapkan pula
dalam surat keputusan tanggal 18 Agustus 1913 bahwa mereka bebas berangkat
keluar Hindia Belanda. Mereka bertiga memilih diasingkan di luar negeri, yaitu
ke negeri Belanda. Mereka berangkat ke Negeri pengasingan tanggal 6 September
1913. Hari keberangkatannya ini diproklamasikan sebagai "Hari Raya
Kebangsaan".
Dengan diasingkannya ketiga pimpinan
tersebut, maka secara Organisatoris Indische Partij (IP) tidak berperanan lagi
di dalam pergerakan nasional Indonesia. Ternyata, pengasingan Tiga Serangkai ke
negeri Belanda berpengaruh amat kuat pada mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang
belajar disana.
Demikianlah Pergerakan Nasional Indische Partij
Semoga Bermanfaat, Terima Kasih.
Dibuat Oleh : Amanah Cengkeh Padang
Demikianlah Pergerakan Nasional Indische Partij
Semoga Bermanfaat, Terima Kasih.
Dibuat Oleh : Amanah Cengkeh Padang
No comments:
Post a Comment